23 Apr 2016

HUKUM DASAR ASURANSI

A. PERANAN HUKUM ASURANSI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT

1.      Sejarah hukum asuransi di Indonesia

Sistem hukum Indonesia berasal dari Hukum Perdata yang dibawa oleh pemerintah kerajaan Belanda ke Indonesia pada masa penjajahan. Hukum Perdata tersebut dapat ditelusuri akarnya ke Hukum Perdata  Perancis  sampai ke Hukum Romawi.  Keberadaan hukum asuransi di Indonesia berakar dari Kodifikasi Hukum Perdata (Code Civil) dan Hukum Dagang (Code de Commerce) pada permulaan abad kesembilanbelas semasa pemerintahan kaisar Napoleon di Perancis. Pada waktu itu, Hukum Dagang Belanda hanya memuat pasal-pasal mengenai asuransi laut sampai diundangkannya rancangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wet Boek van Koophandel) tahun 1838 yang memuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem inilah yang juga dianut untuk Hindia Belanda dahulu yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia [1]). 

Asuransi selaku gejala hukum di Indonesia, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang, berasal dari Hukum Barat. Adalah Pemerintah Belanda yang mengimpor asuransi sebagai bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerwlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman (publicatie) pada 30 April 1847, dan termuat dalam staatsblad 1847 Nomor 23 [2]).  Kedua Kitab Undang-undang tersebut mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian.

Selanjutnya, seiring dengan dominasi Inggris sebagai asal muasal asuransi modern dan negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon tertentu dalam perkembangan industri asuransi secara internasional, terutama dalam penyediaan kapasitas reasuransi dan sebagai sumber pengetahuan asuransi, perkembangan asuransi secara internasional, termasuk di Indonesia, sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh pengertian dan praktik hukum serta preseden yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon tersebut.

Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis untuk pertama kalinya lahir pada tahun 1992 dengan disahkannya UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Sebelum lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1992, asuransi sebagai bisnis diatur melalui berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden (Kepres) berserta peraturan di bawahnya. Untuk membedakan pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis dari pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian, selanjutnya, UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian akan disebut UU Bisnis Asuransi.

UU Bisnis Asuransi mengatur asuransi sebagai sebuah bisnis dengan membuat aturan mengenai perizinan, pengelolaaan dan peranan pemeritah dalam pembinaan dan pengawasan usaha perasuransian, Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 UU Bisnis Asuransi, Undang-undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf  (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101) yang dinyatakan tidak berlaku lagi sejak disahkannya undang-undang tersebut. Pelaksanaan UU Bisnis Asuransi diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (selanjutnya disebut PP Nomor 73 Tahun1992). Sebagaimana  dicantumkan  dalam  Pasal 46 PP Nomor 73 Tahun 1992 tersebut, dengan  ditetapkannya  Peraturan  Pemerintah  ini,  KepPres Nomor 40 Tahun 1988 tentang Usaha Di Bidang Asuransi Kerugian dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1999, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (selanjutnya disebut PP Nomor 63 Tahun 1999) tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 yang menggantikan sebagian ketentuan  PP Nomor 73 Tahun 1992. Perubahan kedua diberlakukan melalui PP Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Masing-masing Peraturan Pemerintah tersebut di atas diikuti berbagai KepMen Keuangan (selanjutnya disebut Kepmen) dan PerMen Keuangan (selanjutnya disebut PerMen) dan berbagai keputusan di bawahnya yang semuanya menjadi peraturan pelaksanaan pengelolaan, pembinaan dan pengawasan bisnis asuransi Indonesia.


2.      Pengertian risiko

Risiko adalah suatu kondisi yang mengandung kemungkinan terjadinya penyimpangan yang lebih buruk dari hasil yang diharapkan [3]).  Apabila dilakukan survei atas berbagai buku asuransi di perguruan tinggi saat ini masih terdapat ketidakseragaman tentang pengertian risiko sehingga risiko memiliki sejumlah definisi seperti antara lain sebagai berikut [4]) :

a.   the chance of loss (kesempatan timbulnya kerugian),

b.   the possibility of loss (kemungkinan timbulnya kerugian),

c.   uncertainty (ketidakpastian),

d.   the dispersion of actual from expected result (penyebaran dari hasil yang diperkirakan), or

e.  the probability of any outcome different from the expected one (kemungkinan  suatu hasil akhir berbeda dengan yang diharapkan).

Istilah risiko memiliki berbagai pengertian dalam bisnis dan dalam kehidupan sehari-hari dan pada tingkatan yang paling umum, istilah risiko dipergunakan untuk menggambarkan setiap keadaan dimana terdapat ketidapastian tentang hasil apa yang akan timbul [5]) . Dalam ilmu asuransi terdapat istilah peril dan hazard yang tidak jarang dipergunakan   saling   menggantikan  antara  keduanya  dan  terhadap   pengertian risk (risiko). Ketiga kata tersebut dalam istilah asuransi dapat mempunyai perbedaaan walaupun menurut Kamus Inggris Indonesia [6]) baik peril maupun hazard diterjemahkan "bahaya, risiko". Untuk membedakan di antara kedua istilah tersebut Emmet J. Vaughan dan Therese Vaughan [7]) mendefinisikan peril sebagai suatu penyebab suatu kerugian. Peril juga dipergunakan untuk merujuk kepada bahaya api, topan, banjir, pencurian dan sejenisnya. Keduanya menjadi penyebab kerugian yang mungkin timbul. Hazard pada sisi yang lain merupakan suatu keadaan yang dapat menciptakan atau meningkatkan kemungkinan suatu kerugian timbul dari peril yang ada. Sesuatu hal dapat merupakan peril dan sekaligus hazard juga, misalnya sakit merupakan suatu peril yang menimbulkan kerugian ekonomis tetapi sakit juga merupakan hazard yang menaikkan kemungkinan kerugian dari peril kematian yang lebih cepat. Hazard secara umum dibagi dalam 3  kategori yaitu  Physical hazard, Moral hazard dan Morale hazard.

Physical hazard adalah kondisi fisik obyek asuransi yang akan meningkatkan kemungkinan kerugian karena risiko yang diasuransikan. Contohnya adalah untuk asuransi kebakaran adalah jenis konstruksi, letak dan penggunaan bangunan. Moral hazard adalah kemungkinan terjadinya kerugian disebabkan karakter tertanggung yang cenderung tidak jujur. Morale hazard adalah tindakan yang akan meningkatkan kerugian karena adanya asuransi, misalnya sikap yang cenderung tidak mencegah kerugian timbul karena terdapat asuransi yang menanggung. Pemberian jenis obat yang lebih mahal karena adanya jaminan asuransi merupakan bentuk morale hazard. Jika hakim memberikan putusan yang lebih tinggi karena pertimbangan adanya jaminan asuransi (deep pocket syndrome) merupakan bentuk lain dari morale hazard.   Disamping ketiga kategori di atas, hazard yang ke empat adalah legal hazard yang diartikan sebagai peningkatan risiko dalam frekuensi dan tingkat keparahan kerugian (severity) yang mungkin timbul dari doktrin hukum berlaku [8]). Jenis-jenis risiko masih dapat dibagi dalam berbagai bentuk dan cara lainnya.



3.  Pengertian asuransi

Upaya memberikan definisi terhadap kata asuransi dapat mengundang pembahasan yang panjang tetapi pada dasarnya, pengertian asuransi dapat dibagi dalam pengertian asuransi sebagai sebuah perjanjian dan asuransi sebagai sebuah mekanisme pengalihan risiko.

Black's Law Dictionary [9]) mendefinisikan sebagai sebuah perjanjian yaitu bahwa asuransi adalah suatu perjanjian yang menjadi dasar bagi penanggung pada satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu yang bernilai bagi tertanggung sebagai pihak yang lain atas terjadinya kejadian tertentu; sebuah perjanjian yang menjadi dasar bagi satu pihak mengambilalih suatu risiko yang dihadapi oleh pihak yang lain atas imbalan pembayaran sejumlah premi.

Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi adalah :

"Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,  kerusakan  atau  kehilangan  keuntungan  yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu"

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. Pengertian tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Definisi tersebut tidak mencakup jaminan dalam asuransi jiwa yang tidak terkait dengan kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi jiwa, yang menjadi obyek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan kepada seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal dunia atau penerimaan manfaat yang disepakati oleh tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi sehingga jelaslah bahwa definisi tersebut sudah tidak memadai.

Menurut UU Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi), pengertian asuransi atau pertanggungan adalah :

"Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan".

Dari ketentuan perundangan tersebut, asuransi adalah suatu perjanjian antara penanggung, yang dengan imbalan pembayaran suatu premi yang telah disepakati, berjanji    untuk   memberikan  suatu  penggantian atau manfaat kepada tertanggung pada satu pihak dan tertanggung atau pihak yang ditunjuk sebagai pihak lainnya.

Menurut UU Bisnis Asuransi, obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. Cakupan jaminan asuransi dalam definisi ini adalah lebih luas dibandingkan dengan pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang. Meskipun demikian, keberadaan jenis asuransi syariah yang tidak memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep gotong royong (taawun, mutual protection) [10]) dan produk-produk asuransi unit-linked yang dikeluarkan perusahaan asuransi jiwa membuat definisi umum dalam UU Bisnis Asuransi sudah tidak sepenuhnya tepat lagi.

4.  Asuransi sebagai penerapan prinsip pengalihan dan penyebaran risiko

Fungsi dasar asuransi ialah merupakan suatu upaya untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian-kerugian murni dan bukan kerugian yang bersifat spekulatif sehingga pengertian risiko dapat diberikan sebagai suatu ketidakpastian tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa [11]) .

Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan tertanggung atau melalui melalui pialang asuransi. Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang menjadi penanggung ulang yang dalam menjalankan usahanya menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lainnya.

Kemampuan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi untuk menanggung  suatu  risiko  yang  dijaminnya  tergantung kepada kekuatan keuangan yang dimilikinya. Penanggung dimungkinkan untuk menjamin risiko yang jauh melebihi jumlah kekuatan permodalan sendiri dan mampu membayar apabila klaim   timbul.   Kemampuan  tersebut  diperoleh  industri  asuransi  melalui  praktik penyebaran risiko karena penanggung dapat memperoleh dukungan kapasitas penerimaan risiko dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lain. Mekanisme penyebaran risiko tersebut dinamakan reasuransi. Apabila satu risiko ditanggung bersama-sama secara langsung oleh dua atau lebih penanggung dalam satu kontrak asuransi atas objek asuransi yang sama, kegiatan tersebut dikenal sebagai koasuransi.

Asuransi sering dianggap sebagai alat pembagian risiko (risk-sharing device), misalnya premi yang dibayar oleh perusahaan manufaktur untuk jaminan asuransi akan menjadi biaya tetap bagi bisnisnya yang akan diperhitungkan dalam komponen biaya yang dikeluarkan dan oleh karena itu akan tercermin dalam harga yang dikenakan atas barang yang diproduksinya. Biaya klaim lalu di bagi di antara semua pembeli barang yang dijualnya yang memungkinkan suatu risiko dapat disebarkan secara luas. Apabila perusahaan manufaktur tersebut mengalami klaim yang tinggi, premi yang harus ditanggungnya juga menjadi tinggi dan oleh karena itu harga jual produknya juga akan meningkat, tergantung dari kecanggihan sistem pengenaan premi atas masing-masing risiko [12]).

Bagi masyarakat umum, selain menghindarkan risiko, mencegah risiko dan menahan risiko yang dihadapi pada masa kini maupun di masa depan, asuransi  merupakan suatu bentuk penyebaran risiko yang dimiliki walaupun lebih tepat disebut sebagai bentuk pengalihan risiko. Pembeli jasa asuransi dapat juga melakukan  penyebaran  risiko  dengan  mengalihkan  risiko  pada   lebih   dari   satu

penanggung, baik dilakukan dalam bentuk polis-polis asuransi yang terpisah maupun dalam bentuk penutupan asuransi secara koasuransi.

Sebagian dari premi yang dikumpulkan oleh penanggung dari seluruh peserta asuransi dipergunakan untuk membiayai klaim yang timbul dari sebagian tertanggung yang menderita kerugian atau telah jatuh tempo haknya atau hak penerima manfaat (beneficiary)  untuk menerima klaim. Sebagian lagi adalah untuk membentuk cadangan klaim yang mungkin terjadi atau diketahui di masa akan datang, membiayai penyelenggaraan usaha dan untuk keuntungan penanggung. Tertanggung membayar premi yang merupakan biaya tetap terlepas apakah peristiwa yang diasuransikan terjadi atau tidak. Bagi tertanggung, dengan membayar premi asuransi sebagai biaya tetap, mereka akan memperoleh kepastian bahwa kerugian atau kehilangan yang mungkin timbul selama masa asuransi akan dibiayai oleh penanggung terlepas apakah jumlah klaim yang timbul seimbang atau tidak dengan premi yang dibayar tertanggung. Jumlah kerugian yang timbul dapat jauh melampaui jumlah premi yang dibayar tertanggung sehingga akan sangat mempengaruhi kondisi keuangan tertanggung apabila tidak memperoleh penggantian kerugian dari pihak lain. Jumlah klaim yang timbul juga dapat melebihi kemampuan penanggung untuk membiayainya apabila tidak didukung terlebih dahulu oleh program reasuransi untuk memperkuat kemampuan keuangannya.

Dari tujuan dan fungsi asuransi bagi penanggung maupun tujuan tertanggung tersebut, dapat disimpulkan berlakunya penerapan prinsip "the losses of a few are borne by a group" dalam bisnis asuransi. Tidak semua peserta akan mengalami kerugian atau kehilangan pada waktu yang sama ataupun pada waktu yang lain tetapi klaim yang diajukan oleh sebagian dari peserta asuransi ditanggung oleh seluruh peserta asuransi.


5.   Perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap  asuransi

Al Qur'an, surah An Nissa' ayat 9 berbunyi :

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".

Ayat tersebut menunjukkan kewajiban manusia untuk berikhtiar memberikan kesejahteraan dan masa depan yang baik bagi keluarga mereka. Ikhtiar merupakan suatu praktik tanggung jawab seseorang kepada keluarganya dan oleh karena itu bagi orang banyak.

Al Qur'an, surah Yusuf ayat 43 – 49 meriwayatkan mimpi Raja Mesir yang melihat tujuh ekor sapi betina gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.  Nabi Yusuf A.S. menafsirkan mimpi tersebut berarti bahwa Mesir akan mengalami keberhasilan panen gandum selama tujuh tahun berturut-turut dan disusul oleh masa paceklik selama tujuh tahun berikutnya. Nabi Yusuf menyarankan supaya rakyat Mesir berhemat, hanya mempergunakan seperlunya saja hasil panen gandum selama musim panen yang berlimpah dan menyimpan sebagian besarnya  untuk mengatasi musim kegagalan panen yang akan datang. Riwayat tersebut menunjukkan suatu bentuk ikhtiar yang dilakukan manusia dengan menabung dan mempersiapkan diri mengatasi ketidakpastian atau kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat timbul. Riwayat yang sama ditemukan pula dalam kitab Perjanjian Lama, Kejadian 41:1-36. Kisah di atas merupakan suatu bentuk tindakan untuk mengatasi ancaman yang akan timbul pada masa sulit atau ketidakpastian di waktu yang akan dating melalui upaya menyisihkan pendapatan pada masa yang baik.

Kekhawatiran terhadap ketidakpastian (uncertainty) menimbulkan kebutuhan terhadap perlindungan asuransi. Ketidakpastian yang mengandung risiko yang dapat menjadi ancaman bagi siapapun melahirkan kebutuhan untuk mengatasi risiko kerugian yang mungkin timbul dari ketidakpastian tersebut. Risiko yang dihadapi dapat bersumber dari bencana alam, kelalaian, ketidakmampuan ataupun dari sebab-sebab lainnya yang tidak diduga sebelumnya. Meskipun demikian, tidak semua orang membeli asuransi dan tidak semua risiko diasuransikan. Bagi mereka yang membeli, jenis, jumlah dan biaya asuransi yang dibeli merupakan hasil dari pertimbangan atas berbagai faktor terutama sikap pandang terhadap risiko. Ada yang takut dengan risiko sehingga ingin mengasuransikan semuanya tetapi ada juga yang bersikap berani mengambil risiko atau sekedar karena kurang perduli sehingga mengasuransikan risiko yang dimilikinya. Sebagian lagi, tidak menutup asuransi karena tidak menyadari risiko yang dimiliki atau tidak mengetahui apa yang dapat diasuransikan. Sebagian lain lagi tidak mengasuransikan karena menganggap asuransi itu mahal.

Kebutuhan masyarakat terhadap asuransi akan terus  berkembang sesuai dengan kebutuhan pada zamannya masing-masing. Dewasa ini kebutuhan tersebut, telah berkembang sehingga menjadi termasuk dan tidak terbatas kepada kebutuhan terhadap hal-hal sebagaimana tercantum di bawah ini :

a.  Sebagai proteksi terhadap risiko finansial sebagai akibat timbulnya :

1)      kerugian, kerusakan dan kehilangan yang menimpa harta benda yang dimiliki atau dikuasai;

2)      tuntutan tanggung jawab hukum atas kesalahan dan/atau kelalaian pribadi atau yang berada di bawah pengawasan atau tanggung jawabnya, atau mereka yang tindakannya terkait dengannya di bawah undang-undang;

3)      pendapatan atau keuntungan yang diharapkan;

4)      piutang yang tidak tertagih; dan

5)      biaya pengobatan atau perawatan kesehatan.

b.      Sebagai kompensasi atas kehilangan anggota badan atau cacat badan atau meninggal dunia.

c.       Sebagai jaminan kelangsungan pendapatan sendiri (termasuk badan usaha) dan keluarga (atau yang menjadi tanggung jawabnya termasuk karyawan),

d.      Sebagai sarana investasi dan tabungan.

e.       Sebagai sarana berbagi risiko dan tolong menolong apabila terjadi musibah.

f.       Sebagai strategi efisiensi pemanfaatan modal sehingga tidak perlu melakukan pencadangan atas risiko kerugian yang mungkin timbul sehingga modal yang dimiliki dapat dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan bisnis.

g.      Pendukung strategi pengambilan kebijakan bisnis atau tindakan pribadi, misalnya atas rencana investasi atau perluasan usaha, pemberian kredit, risiko kegagalan pelaksanaan kontrak dan  kegiatan pribadi yang mengandung risiko tinggi.

h.      Dasar pengaturan anggaran biaya, dan

i.       Pemberi rasa aman mengetahui risiko yang mungkin terjadi akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.


B. PENGATURAN ASURANSI KOMERSIAL DI INDONESIA

Dalam pelaksanaan pembangunan terdapat berbagai jenis risiko yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat. Sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi risiko dan sekaligus merupakan salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat, usaha perasuransian memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian negara dalam upaya menciptakan kesejahteraan umum yang merupakan tujuan pembentukan negara Indonesia.

Sebagai sebuah lembaga yang menghimpun dana milik masyarakat yang harus menjalankan usahanya dengan berpedoman pada prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab,  usaha  perasuransian  merupakan  suatu  bidang  usaha  yang  harus tunduk kepada  pengaturan yang dilakukan pemerintah.

Berdasarkan kedudukannya, ruang lingkup Hukum Asuransi Indonesia secara keseluruhan, asuransi akan dibagi 3, yaitu pertama, asuransi sebagai sebuah perjanjian yang tunduk kepada pengaturan perjanjian pada umumnya dan menjadi acuan dalam pembuatan setiap perjanjian asuransi yang diatur di bawah KUH Perdata, kedua, asuransi sebagai sebuah perjanjian yang menjadi acuan dalam pembuatan setiap perjanjian asuransi di bawah KUH Dagang. Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian merupakan pedoman dan/atau aturan bagaimana sebuah perjanjian asuransi harus dibuat dan ditaati.

Hukum Asuransi pada dasarnya berisikan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan risiko oleh para pihak. Hukum asuransi pada pokoknya merupakan obyek hukum perdata. Dengan demikian, dapat disimpulkan kecuali telah ditentukan lain dalam KUH Dagang sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, sebagai sebuah perjanjian, perjanjian asuransi diatur di bawah KUH Perdata [13]).

Ketiga, asuransi sebagai sebuah bisnis yang akan mengatur prilaku mereka yang menjalankan usaha perasuransian. Pengaturan ini merupakan hukum yang bersifat memaksa tentang persyaratan usaha dan bagaimana sebuah usaha perasuransian harus dikelola.


1.      Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di bawah KUH Perdata.

Dalam mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian, KUH Perdata memuat ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang berikut :

a.       Syarat sahnya sebuah perjanjian

1)      Sepakat mereka yang mengikatkan diri

2)      Cakap untuk membuat perikatan

3)      Suatu hal tertentu, yaitu adanya pihak yang berjanji untuk memberi ganti kerugian dan pihak tertanggung yang berkewajiban membayar premi.

4)      Adanya suatu sebab yang sah.

5)      Dalam bentuk yang sah (tidak diatur di bawah KUH Perdata tetapi sudah ada dalam UU Bisnis Asuransi).

b.      Asas hukum sahnya sebuah perjanjian

1)      Asas kebebasan berkontrak

2)      Asas konsensualisme

3)      Asas pacta sunt servanda

4)      Asas itikad baik.

5)      Asas kepribadian

c.       Dasar hukum perjanjian asuransi
Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :

"Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi    semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang."

Menurut pasal di atas, perjanjian asuransi digolongkan kedalam perjanjian untung-untungan. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung-untungan tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi yang sesungguhnya.

d.      Subyek perjanjian asuransi
Masalah pokok yang diperjanjikan yaitu janji penanggung untuk memberikan ganti kerugian dan adanya pembayaran premi dari tertanggung.

e.       Lahirnya perjanjian asuransi
Dimulai sejak disepakatinya hasil tawar menawar antara penanggung dan tertanggung dan tanggal pertanggungan dimulai.

f.       Sifat perjanjian asuransi, terdari dari 5 hal yang berikut :

1)      Perjanjian pribadi

2)      Perjanjian sepihak

3)      Perjanjian bersyarat

4)      Perjanjian yang disiapkan sepihak

5)      Pertukaran yang tidak seimbang

g.      Keseimbangan kepentingan penanggung dan tertanggung
Dimaksudkan untuk mempersyaratkan bahwa suatu perjanjian dibuat dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan di antara para pihak. Dalam praktiknya, karena alasan-alasan tertentu, ketentuan ini tidak selamanya terpenuhi.

h.      Sanksi atas wanprestasi dalam pemenuhan kewajiban
Pengaturan mengenai sanksi sangat terbatas dan jika ada masih harus berdasarkan putusan hakim sehingga pelaksanaannya akan melalui proses yang panjang.

i.        Tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga
Merupakan aturan yang melahirkan tanggung jawab terhadap pihak lain atas perbuatan melanggar hukum karena perbuatannya, karena kelalaian dan sebab-sebab lainnya, baik karena perbuatan sendiri maupun perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau akibat barang dan hewan yang dimiliki atau berada di bawah pengawasannya.

j.        Pembatalan perjanjian
Mengatur prosedur pembatalan yang dalam praktiknya pada industri asuransi telah lama ditinggalkan.

k.      Penafsiran perjanjian
Dimaksudkan sebagai pedoman dalam menafsirkan setiap ketentuan apabila para pihak berbeda pendapat.


2.   Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanjian di bawah KUH Dagang.

a.       Penggolongan dan jenis-jenis asuransi

Menurut KUH Dagang, asuransi dapat digolongkan  sebagai berikut :

1)      Asuransi kerugian atau asuransi umum yang terdiri dari asuransi kebakaran dan asuransi asuransi pertanian.

2)      Asuransi jiwa

3)      Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai.

Penggolongan dan jenis-jenis asuransi modern telah berkembang lebih jauh dari yang diatur dalam KUH Dagang.

b.      Penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi (proximate cause).

Pengaturan mengenai keabsahan suatu penyebab yang ditanggung dalam perjanjian asuransi tidak diatur dalam KUH Dagang.

c.       Tujuan dan prinsip-prinsip pokok asuransi

1)      Prinsip kepentingan yang diasuransikan (Insurable interest).

2)      Prinsip itikad baik (Utmost goodfaith)

3)      Prinsip ganti kerugian (Principle of indemnity).

d.      Keseimbangan kepentingan

Sebuah perjanjian memerlukan keseimbangan kedudukan dan kepentingan di antara para pihak.

e.       Hubungan premi dan jumlah pertanggungan dan perhitungan ganti kerugian

Penerapan asas keseimbangan antara besaran risiko yang diasuransikan dan premi yang dibayar. Meskipun demikian, berbagai faktor seperti kemampuan teknis, pengalaman masing-masing perusahaan asuransi dan tekanan pasar, dapat membuat perusahaan satu dengan lainnya memberikan premi yang berbeda untuk risiko yang sama, kecuali dalam hal dikenakan tarif standar. Pembayaran ganti kerugian dipengaruhi oleh jumlah pertanggungan yang diasuransikan :

1)      Indemnity Basis/Reinstatement Value

2)      Overinsurance

3)      Underinsurance

f.       Bukti pengalihan risiko kepada penanggung

Mengatur tentang bukti-bukti adanya penutupan asuransi :

1)      Penawaran dan Penerimaan

2)      Aplikasi/Proposal form

3)      Cover Note

4)      Polis

Pada bagian ini diatur pula tentang jangka waktu penyerahan dokumen asuransi dan konsekuensi yang harus ditanggung oleh penanggung atau pialang asuransi yang tidak menjalankan tugasnya.

g.      Pengecualian dan pembatasan

Risiko-risiko atau penyebab-penyebab yang dikecualikan atau yang tidak dijamin di dalam polis serta persyaratan-persyaratan yang diatur di dalam polis.

h.      Pembatalan dan berakhirnya perjanjian asuransi

Tidak diatur secara khusus tetapi pada pada praktinya perjanjian asuransi akan berakhir karena :

1)      Masa berlaku asuransi berakhir

2)      Perjalanan yang diasuransikan berakhir

3)      Timbul klaim penuh (Total Loss).

4)      Asuransi dibatalkan.

5)      Asuransi gugur.

i.        Penyelesaian sengketa

KUH Dagang mengatur penyelesaian berdasarkan putusan hakim. Dalam perkembangan dewasa ini persengketaan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau berdasarkan putusan Majelis Arbitrase.

j.        Penafsiran perjanjian

Tidak memuat aturan mengenai penafsiran sehingga sepenuhnya mengikuti ketentuan dalam KUH Dagang.

k.      Sanksi

Tidak memuat aturan mengenai sanksi apabila salah satu pihak melanggar ketentuan dalam perjanjian asuransi dan sepenuhnya diserahkan kepada penerapan kebebasan berkontrak kecuali pemberian pilihan untuk meminta melalui hakim pembatalan perjanjian atau pengenaan denda kepada yang tidak memenuhi kewajibannya.



3.  Pengaturan asuransi sebagai sebuah bisnis UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU Bisnis Asuransi).

a.       Landasan tujuan dan fungsi asuransi

Landasan tujuan dan dan fungsi asuransi adalah bahwa usaha perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi risiko yang dihadapi masyarakat dan sekaligus sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat sehingga memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian dalam memajukan kesejahteraan umum.

b.      Tujuan pengaturan bisnis asuransi oleh pemerintah.

Terdapat 2 pemikiran yang menjadi alas an, yaitu :

1)      Vested-in-the Public Interest Rationale

Tujuan ini berlandaskan bahwa terhadap bisnis yang mengumpulkan dana dari masyarakat diperlukan pengaturan untuk melindungi kepentingan umum.

2)      Destructive-Competition Rationale

Penanggung tidak mengetahui biaya operasi terutama klaim yang sebenarnya sampai akhir periode asuransi. Keadaan ini dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

c.       Ruang lingkup UU Bisnis Asuransi

1)      Bidang usaha dan jenis usaha

2)      Bentuk badan hukum

3)      Kepemilikan

4)      Permodalan

5)      Perizinan

6)      Pengurus

7)      Pembinaan dan pengawasan :

a)      Bidang kesehatan keuangan

b)      Bidang penyelenggaraan usaha

8)      Kepastian dan penegakan hukum

9)      Perlindungan kepentingan konsumen, larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

10)  Perlindungan kepentingan nasional.



Jakarta, 23 Oktober 2009
(Disampaikan dalam rangka Pelatihan Asuransi untuk Guru SMK se-Provinsi DKI Jakarta, tanggal 23 Oktober 2009)

________________________________

[1])  Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, 1986, hlm. 15-17.  Lihat juga Man S. Sastrawidjaja & Endang, Op. Cit., hlm. 35 – 36.
[2])    Wirjono Prodjodikoro, Idem., hlm. 11.
[3])  Emmet J. Vaughan dan Therese Vaughan, Fundamentals of Risk and Insurance, John Wiley & Sons, Inc, 9th Edition, 2003, hlm 3.
[4])   Idem, hlm. 2.
[5])  Scott E. Harrington, Gregory R. Niehaus, Risk Management and insurance, McGrawHill, 2nd Edition, 2003, hlm. 1.
[6])  John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cornell University/Gramedia, Edisi XXI, Januari 1995, hlm 425 dan 292.
[7])  Emmet J. Vaughan dan Therese Vaughan, Op.Cit., hlm 5 – 6.
[8])  Ibid.
[9])  Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, West Group, 7th Edition, 1999, hlm. 270.
[10]) Lihat Muhaimin Iqbal, General Takaful Practice, Technical Approach to Eliminate Gharar (uncertainty), Maisir (gambling), and Riba' (usury), Gema Insani, 2005, Cetakan 1, hlm. 2 : Takaful as a concept that to some extent is similar to conventional mutual risk sharing such as Mutual Insurance and Protection and Indemnity Club (P&I Club). It is a mutual sharing of risk based on the concept of Taawun (Mutual Protection)
[11]) Sri Rejeki Hartono , Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Cetakan ke 2, Mei 1995, hlm 15.
[12])  Robert Bradgate, Commercial Law, Butterworth LexisNexis, 3rd Edition, 2003, hlm. 825 – 826.
[13])  Man S. Saastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Edisi ke 1, Cetakan 1, 1997, hlm. 126.


Makalah lengkap tentang Asuransi
Pembahasan dalam makalah :
Pengertian asuransi adalah asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain
Manfaat Asuransi
Prinsip Asuransi
Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi
Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik
Penggolongan Asuransi
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa
Pengaturan Perasuransian di Indonesia
Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi
Pengertian Asuransi Syariah
Dasar Hukum Islam terkait Asuransi Syariah
Prinsip Asuransi Syariah
Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah

MAKALAH ASURANSI, PENGERTIAN, MANFAAT, DAN PRINSIP
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi resiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.

Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga  menawarkan program asuransi syariah.

B.    Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian dari asuransi?
2.    Apa saja manfaat asuransi?
3.    Apa yang dimaksud dengan risiko dan ketidakpastian?
4.    Apa saja prinsip dalam asuransi?
5.    Apa yang dimaksud dengan polis dan premi asuransi?
6.    Bagaimana penggolongan asuransi?
7.    Bagaimana pengaturan perasuransian di Indonesia?
8.    Bagaimana mengurus perizinan pendirian perusahaan asuransi?
9.    Apa yang dimaksud dengan asuransi kredit?
10.  Apa pengertian dari asuransi syariah?
11.  Apa keuntungan/ kelebihan dalam mengikuti asuransi syariah?
12.   Apa perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah?

C.    Tujuan

Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat :
1.    Mengetahui pengertian dan manfaat asuransi.
2.    Mengetahui tentang risiko dan ketidakpastian.
3.    Mengetahui prinsip-prinsip asuransi.
4.    Mengetahui tentang polis dan premi asuransi.
5.    Mengetahui pengaturan perasuransian di Indonesia.
6.    Mengetahui cara mengurus perizinan pendirian perusahaan asuransi.
7.    Mengetahui tentang asuransi kredit.
8.    Mengetahui tentang asuransi syariah beserta keuntungan/ kelebihannya.
9.    Mengetahui perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.

D.    Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada para pembaca berupa :
1.    Pengetahuan mengenai seluk beluk asuransi.
2.    Pemahaman mengenai asuransi syariah.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Asuransi
Pada prinsipnya, asuransi kerugian adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Berikut adalah beberapa definisi asuransi menurut beberapa sumber :
1.    Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana sesorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.
2.    Menurut Undang-undang No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
3.    Menurut Paham Ekonomi
Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (fortuitious event).


B.    Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara  lain:
1.    Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2.    Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh tertanggung.
3.    Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit.
4.    Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan

Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5.    Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai pertanggungan.
6.    Membantu meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lain-lain).

C.    Risiko dan Ketidakpastian
Secara umum, risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian. Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dari kerugian finansial atau kemungkinan terjadinya kerugian. Berikut ini adalah jenis-jenis risiko:
1.    Risiko murni
Adalah risiko yang apabila benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2.    Risiko spekulatif
Adalah risiko yang berkaitang dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dam kemungkinan untuk mendapat kerugian.
3.    Risiko individu
Adalah risiko yang kemungkinan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini masih dipilah menjadi 3 jenis :
a.    Risiko pribadi (personal risk)
Adalah risiko yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi. Atau dengan kata lain risiko ini berfungsi untuk menanggung dirinya sendiri atau orang yang ia asuransikan.
b.    Risiko harta (property risk)
Adalah risiko yang ditanggungkan atas harta yang dimilikinya rusak, hilang atau dicuri. Dengan kerusakan atau kehilangan tersebut, pemilik akan kehilangan kesempatan ekonomi yang diperoleh dari harta yang dimilikinya.
c.    Risiko tanggung gugat (liability risk)
Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain. Misalkan, pemberian asuransi oleh mandor bangunan kepada para pekerjanya.

Risiko yang dihadapi perlu ditangani dengan baik untuk mempertimbangkan kehidupan perekonomian di masa mendatang. Dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima cara yang dapat dilakukan, antara lain:
1.    Menghindari risiko (risk avoidance)
Dapat dilaksanakan dengan cara mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul sebelum kita melakukan aktivitas-aktivitas. Setelah mengetahui risiko yang mungkin timbul kit bisa menetukan apakah aktivitas tersebut bisa kita lanjutkan atau kita hentikan.
2.    Mengurangi risiko (risk reduction)
Tindakan ini hanya bersifat meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.
3.    Menahan risiko (risk retention)
Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar akan usaha menahan risiko ini.
4.    Membagi risiko (risk sharing)
Tindakan ini melibatkan orang lain untuk sama-sama menghadapi risiko.
5.    Mentransfer risiko (risk transferring)
Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang bersedia serta mampu memikul beban risiko.

D.    Prinsip Asuransi
1.   Insurable interest (kepentingan yang dipertanggungkan)
Pada prinsipnya merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan. Syarat yang perlu dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest:

  • Kerugiaan tidak dapat diperkirakan. Risiko yang bisa diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian. Kemungkian tersebut tidak dapat diperkirakan terjadinya.
  • Kewajaran. Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau harta yang memiliki nilai material baik bagi tertanggung maupun bagi penanggung.
  • Catastrophic. Risiko yang mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suaatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan.
  • Homogen. Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang yang serupa atau sejenis.

2.    Utmost Good Faith (itikad baik)
Dalam melakukan kontrak asuransi, kedua belah pihak dilandasi oleh itikad baik. Antar pihak tertanggung dan penanggung harus saling mengungkapkan keterbukaan. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.

3.    Indemnity 
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk mengompensasi risiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi finansial. Konsep ini tidak dapat mengganti nyawa yang hilang atau anggota tubuh yang rusak atau cacat karena indemnity berkaitan dengan ganti rugi finansial.

4.    Proximate Cause
Adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu persitiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent.

5.    Subrogation
Pada prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.

6.    Contribution
Bahwa penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung yang lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.

E.    Polis Asuransi
Polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara edua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum. Polis asuransi memuat hal-hal sebagai berikut:
1.    Nomor polis
2.    Nama dan alamat tertanggung
3.    Uraian risiko
4.    Jumlah pertanggungan
5.    Jangka waktu pertanggungan
6.    Besar premi, bea materai, dan lain-lain
7.    Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8.   Khusus untuk polis pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polisi, nomor rangka, dan nomor mesin kendaraan.

F.    Premi Asuransi
Premi asuransi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam jumlah tertentu secara periodik. Jumlah premi tergantung pada faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkaat risiko dan jumlah nilai pertanggungan. Jangka waktu pembayaran premi sangat tergantung pada perjanjian yang sudah dituangkan dalam polis asuransi.

G.    Penggolongan Asuransi
1.    Menurut Sifat Pelaksanaannya
a.    Asuransi sukarela
Pada prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan semata-mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan.
b.    Asuransi wajib
Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang pelakasanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.

2.    Menurut Jenis Usaha Perasuransian
Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian jenis usaha perasuransian dibagi menjadi beberapa jenis :
a.    Usaha Asuransi
> Asuransi kerugian
Yaitu usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dn tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yag tidak pasti. Usaha asuransi kerugian ini dapat dipilah sebagai berikut:

  • Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
  • Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat  terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.
  • Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan kedala kedua asuransi diatas, missal : asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, dan lain sebagainya.
> Asuransi jiwa (life insurance)
Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan:

  • Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
  • Santunan bagi tertanggung yang meninggal
  • Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci
  • Penghimpunan dana untuk persiapan pension
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :

  • Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance) : Biasanya polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan).
  • Asuransi jiwa kelompok (group life insurance) : Asuransi jiwa ini biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang di bawah satu polis induk di mana masing-masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi.
  • Asuransi jiwa industrial (industrial life insurance) : Dalam jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent.
3)    Reasuransi (reinsurance)
Adalah pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah suatu system penyebaran risiko dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Penyebaran risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses untuk untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :

  • Meningkatkan kapasitas akseptasi.
  • Alat penyebaran risiko.
  • Meningkatkan stabilitas usaha.
  • Meningkatkan kepercayaan.
Mekanisme untuk reasuransi antara lain:

  • Treaty dan facultative reinsurance : Dalam model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan yang diinginkan dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang ditawarkan.
  • Reasuransi proporsional : Pembagian risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan. Retensi adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding company.
  • Reasuransi nonproporsional : Bentuk ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur untuk tidak membayar klaim atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di treaty. Treaty dalam mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara ceding company dan reasuradur yang mana reasuradur mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh ceding company.
b.    Usaha Penunjang

  • Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
  • Pialang reasuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penetapan reasuransi dan penanganan ganti rugi reasuransi dewan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
  • Penilai kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
  • Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
  • Agen asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
3.    Menurut The Chartered Insurance Institute London
a.    Asuransi kerugian (property insurance)
Merupakan pertanggungan untuk semua milik yang berupa harta benda yang memiliki risiko. Jenisnya ada :

  • Asuransi kebakaran (fire insurance)
  • Asuransi pengangkutan (marine insurance)
  • Asuransi penerbangan (flight insurance)
  • Asuransi kecelakaan (accident insurance)
b.    Asuransi tanggung gugat (liability insurance)
Adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.

c.    Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa terdiri atas :

  • Asuransi kecelakaan
  • Asuransi jiwa
  • Anuitas
  • Asuransi industri 
  • Asuransi kerugian (general insurance)
  • Reasuransi (reinsurance)

H.    Pengaturan Perasuransian di Indonesia
Berikut merupakan peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar acuan pembinaan dan pengawasan atas usaha perasuransian di Indonesia saat ini :
1.    UU no.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian
2.    PP no.73 tahun 1002 tentang usaha perasuransian
3.    Keputusan menteri keuangan, antara lain:

  • Nomor 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
  • No.224/KNE.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
  • No.225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asurasni dan Reasuransi
  • No.226/CMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi

I.    Perizinan Pendirian Perusahaan Asuransi
Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut PP Nomor 73 Tahun 1992 dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1.    Persetujuan Prinsip
Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, dimana batas waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun.

2.    Izin usaha
Adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah perisiapan pendirian selesai, dimana izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi.

J.    Asuransi Kredit
Asuransi kredit mempunyai kaitan erat dengan jasa perbankan terutama di bidang perkreditan yang selalu dikaitkan dengan jaminan kredit berupa barang bergerak dan tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa risiko yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemilik barang dan  bank sebagai pemberi kredit.

Kredit adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pemberi kepada nasabahnya. Untuk melindungi diri dari kemungkinan nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit, pemberi kredit menutup asuransi atas kredit tersebut. Dalam asuransi kredit, yang menjadi pihak tertanggung adalah pemberi kredit (bank dan/atau lembaga keuangan) dan yang ditanggung oleh penanggung adalah risiko kredit di mana tidak diperolehnya kembali kredit kepada para nasabahnya (yang umumnya terdiri atas para pengusaha). Asuransi kredit bertujuan :

1.    Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada para nasabahnya.
2.    Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainnya diluar perbankan.
Dengan adanya asuransi kredit ini bank terdorong untuk lebih giat membantu para nasabahnya dalam menyediakan modal untuk mengembangkan usahanya. Pengelolaan asuransi kredit di Indonesia dipercayakan oleh pemerintah kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) yang berkantor pusat di Jakarta, di mana yang menjadi tertanggung adalah bank-bank pemerintah, bank-bank swasta, dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan oleh PT Askrindo, bank membayar premi atas kredit yang ditanggung. Premi tersebut menjadi beban bank, tetapi dalam praktik, ada juga bank yang membebankan premi tersebut kepada nasabahnya yang memperoleh kredit. Walaupun begitu, yang menjadi tertanggung bukan nasabahnya, tetapi bank pemberi kredit.

K.    Pengertian Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/ peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.

Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan"

L.    Dasar Hukum Islam terkait Asuransi Syariah

1.    Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. 
2.    Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
3.    Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”. 

M.    Prinsip Asuransi Syariah

1.    Dibangun atas dasar kerjasama (taawun).
2.    Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3.    Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat. 
4.    Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. 
5.    Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah. 
6.    Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i. 
N.    Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/ penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekuensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut:

1.    Akad (Perjanjian)
Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).

Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihak-pihak yang bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat al-Baqarah ayat 282).

2.    Gharar (Ketidakjelasan) 
Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.

Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.  

3.    Tabarru dan Tabungan
Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.

Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).

Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.

4.    Maisir (Judi) 
Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya. 

5.    Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.

Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)

6.    Dana Hangus 
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.

Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).

Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.

7.    Konsep Taawun Dalam Asuransi Syariah
Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada anggotanya. Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi). Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Disini sifat yang paling menonjol adalah tolong-menolong seperti yang diajarkan Islam.

8.    Dewan Pengawas Syariah 
Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam struktur organisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris.