23 Apr 2016

SURAT BERHARGA

Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil Z: 2004)
Surat Berharga /waarde papier / negotiable instrument adalah :Sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut , baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan. Contoh : Cek, wesel , Saham , Obligasi , dll.
Fungsi Surat Berharga
      Fungsi Surat Berharga secara yuridis adalah sebagai berikut: Sebagai alat pembayaran Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan). Sebagai Surat Legitimasi (Surat Bukti Hak Tagih)
Dilihat dari segi fungsinya , ada 3 macam surat berharga : Surat yang bersifat hukum kebendaaan (zakenrechtelijke papieren) Surat tanda keanggotaan dari persekutuan (lidmaatschaps papieren) Surat tagihan hutang (schuldvorderingspapieren)
Secara fisik Surat Berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi secara hukum dapat mengikat. Teori secara cauisa yuridis suatu surat berharga mempunyai kekuatan mengikat :

a)   Teori Kreasi (Creatie theorie ) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena tindakan penerbit menandatangani surat berharga. Karena penandatanganan tersebut, penerbit terikat meskipun pihak pemegang surat berharga sudah beralih kepada pihak lain dari pemegang semula.

b)   Teori Kepatutan (Redelijkheids theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat dan harus membayar surat berharga kepada siapapun pemegangnya secara patut.

c)   Teori Perjanjian (Overeenkomst theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat karena penerbit telah membuat perjanjian dengan pihak pemegang surat berharga .

d)   Teori Penunjukan (Vertonings theorie) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena pihak pemegang surat berharga tersebut menunjukkan surat berharga tersebut kepada penerbit untuk mendapatkan pembayaran.

Artikel Terkait :
- 
Akta Pengakuan Hutang Murni
- 
Pengertian perjanjian dan Syarat- Syarat Perjanjian
- 
Syarat Sah Perjanjian
Jenis-Jenis Surat Berharga
       Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dalam Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur
jenis surat berharga seperti:
1.  Wessel
2. Surat sanggub
3. Cek
4. Kwitansi-kwitansi dan
5. promes atas tunjuk Dan lain-lain
      Sedangkan di dalam perkembangannya sekarang muncul jenis surat berharga seperti:
Bilyet Giro, Travels Cheque, Credit Card, dsb.
Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/52/DIR dan No 49/52/UPG yang masing –masing tentang “Persyaratan perdagangan dan penerbitan surat berharga komersial” melalui bank umum di Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam.
Istilah surat berharga merupakan terjemahan dari bahasa Belanda waarde papieren. Waarde berarti nilai dan dalam KUHD, waarde diartikan berharga dan papieren berarti kertas, sehingga waarde papieren berarti kertas berharga. (H. Boerhanoeddin S.Batoeah, Surat-Surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, Binacipta, Jakarta, 1980, hal 27)

Disamping istilah waarde papieren diatas, surat berharga saat ini sering juga disebut negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, dan commercial papers. Sedangkan surat yang berharga atau surat yang mempunyai nilai dikenal dengan sebutan papieren van waarde atau juga disebut letter of value.

Surat berharga atau commercial paper (negotiable instruments) merupakan alat bayar dalam transaksi perdagangan modern saat ini. Surat berharga ini digunakan sebagai pengganti uang yang selama ini telah digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan khususnya oleh kalangan pebisnis atau para pengusaha. Hal ini disebabkan karena menggunakan surat berharga dianggap lebih aman, praktis, dan merupakan suatu prestise tersendiri (lebih bonafit), sedang menjadi mode atau trend , surat berharga sudah menjadi komoditi dalam kegiatan bisnis atau objek perjanjian, sehingga lebih menguntungkan dan lebih bervariasi.

Secara yuridis istilah surat berharga dan surat yang berharga sangat berbeda fungsi dan penggunaannya. Surat berharga diterbitkan untuk alat pembayaran, sedangkan surat yang berharga hanya sebagai alat bukti bagi orang yang namanya tertera dalam surat tersebut atau sebagai alat bukti diri bagi sipemegang atau orang yang menguasai surat tersebut.(Ibid, hal 29.) Misalnya Ijazah, KTP, sertifikat, piagam, tabanas dan lain sebagainya.

Pengertian secara autentik tentang surat berharga ini tidak ditemukan dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang), namun terdapat beberapa pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut. Surat berharga atau surat yang berharga adalah akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.

Jadi, surat berharga dapat dijadikan sebagai alat bukti atas suatu tuntutan terhadap penandatanganan surat tersebut, tuntutan itu dapat dipenuhi dengan membawa dan menyerahkan alat bukti yakni surat berharga yang dimaksud.

Secara yuridis surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut :
  1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar). 
  2. Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjual belikan. 
  3. Sebagai surat legitimasi (surat bukti hak tagih). 


Tujuan dari penerbitan surat-surat berharga adalah adanya hak mendapatkan pembayaran dan dapat mengalihkan barang. Yang berarti bahwa dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk mendapatkan pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah barang tertentu yang dapat diperjualbelikan.

Di bawah ini terdapat sejumlah pengertian surat berharga yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum :

a) Wirjono Projodikoro : 
Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).(Prodjodikoro, Wirjono. Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia. Bandung: Penerbit Sumur Bandung, 1961, hal 13.)

b) Abdulkadir Muhammad : 
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. (Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT.Aditya Bakti, Bandung, 1993.)

c) Purwosutjipto : 
Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.(“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta.) Ada 3 (tiga) unsur yang terkandung di dalam pengertian surat berharga di atas:
  1. Unsur pertama: surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang. Maksudnya ialah, surat/akta yang ditandatangani oleh debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa yang tercantum dalam akta itu. 
  2. Unsur kedua: surat berharga sebagai pembawa hak. Yang dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada surat berharga itu. Kalau surat berharga itu hilang atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang. 
  3. Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu 
  4. Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat  berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan toonder)”. Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik (dari tangan ke tangan). Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata.


d)  Emmy Pangaribuan Simanjuntak :
Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.(Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, hal 23.)

e) Heru Supraptomo : 
Suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada. (Perlu Kehatian-hatian Dalam Membeli Surat Berharga, Kompas, 8 Mei 1996, Jakarta. 30Siapa saja peminat Surat Berharga, Kompas, 27 Mei 1996, Jakarta.)

f) Rasjim Wiraatmadja : 
Surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.30 Fungsi utamanya adalah dapat diperdagangkan atau dialihkan. 

Dari pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar hukum di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri utama surat berharga adalah dapat dipindahtangankan atau dialihkan (negotiable instruments), diperdagangkan atau diperjualbelikan.

Dengan mendasarkan pada salah satu ciri itu saja, ada beberapa pakar atau pihak yang berpendapat bahwa surat berharga dimaksud meliputi semua surat atau instrumen yang dapat diperdagangkan ataupun dapat diperjualbelikan sehingga mengandung pengertian yang sangat luas.

Pengertian tersebut di samping mencakup aksep, promes, wesel, cek termasuk pula surat atau instrumen lain yang diatur dalam KUHD yaitu saham, surat angkut, kuitansi, polis asuransi, persetujuan sewa kapal (charter party), konosemen, dan delivery order, surat atau instrumen yang diatur di luar KUHD, yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat deposito, obligasi, traveller’s cheque bahkan surat atau instrumen lainnya yaitu bilyet deposito berjangka, buku tabungan, surat angkutan udara dan bilyet giro. (Wahyu Widiastuti, “Commercial Paper Lalu Lintas Tanpa Polisi”, Infobank, Edisi Khusus Agustus No.214, Jakarta, 1997.)

Pengertian yang sangat luas ini mencakup semua surat atau instrumen yang mempunyai nilai uang dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Pengertian tersebut tampaknya berasal dari istilah surat uang berharga (papieren van waarde). Surat berharga disebut juga Commercial Paper, dan sering juga disebut dengan negotiale instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan).

Namun, beberapa negotiable instruments tidak harus berupa surat berharga. Surat berharga mengacu pada suatu jenis benda tertentu yang dipergunakan sebagai alat membayar hutang. Benda ini pada dasarnya merupaakan cek, yang ditulis atau ditarik dari rekening yang disimpan pada suatu lembaga keuangan oleh orang yang menulis cek tersebut. Meskipun sampai sekarang di negara kita belum memiliki undang-undang tentang surat berharga, namun dalam KUHD telah diatur jenis-jenis surat atau instrumen yang berdasarkan ciri-cirinya dikategorikan sebagai surat berharga.

Negotiable instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan) adalah secarik kertas, yang mempunyai kelengkapan formal tertentu, yang membuktikan adanya suatu hutang dari seseorang kepada orang lainnya. Jika orang yang menulis negotiable instruments berjanji untuk membayar langsung hutangnya, instrumen tersebut disebut note.

Sebaliknya jika orang yang menulis instrumen tersebut memerintahkan pihak ketiga (misalnya bank) untuk membayar, instrumen tersebut disebut draft. Tidak seperti perjanjian kontrak untuk membayar hutang, negotiable instruments dapat dialihkan kepada pihak ketiga dan biasanya bebas dialihkan tanpa ada kewajiban dari si penerima pembayaran (payee) untuk memenuhi tuntutan membayar hutang ketika hutang jatuh tempo dari pihak yang mengeluarkan negotiable instrument pertama kalinya. (“Menimbang Resiko Commercial Paper”, Republika, 13 Januari 1997, Jakarta.)

Hal penting lainnya dari suatu negotiable instrument adalah bahwa jumlah hutang yang disebut dalam instrumen tersebut tergabung dalam surat hutang tersebut. Karena penggabungan ini, maka ketika seseorang memberikan negotiable instrument untuk pembayaran suatu hutang, orang tersebut tidak berkewajiban membayar hutangnya sampai pembayaran melalui instrumen itu jatuh tempo. Lebih lanjut negotiable instrument juga mempunyai sifat mudah. Karena dapat digunakan untuk jumlah berapapun, di atas secarik kertas bahkan benda lainnya dan dengan mudah disimpan dalam tas yang paling kecil.

Akan tetapi, negotiable instrument tidak selalu dapat diandalkan atau dipercaya, karena pada dasarnya adalah suatu janji pribadi untuk membayar, nilainya terbatas pada tanggung jawab keuangan orang atau pihak yang menulisnya. Jika orang tersebut menghilang atau bangkrut, nilai dari instrumen tersebut menjadi hilang dan pihak ketiga atau seterusnya yang terlibat didalamnya akan menderita kerugian.

Makin besar kredibilitas seseorang atau pihak yang mengeluarkan surat berharga, makin besar pula kepercayaan pada surat berharga tersebut. Solusi (jalan keluar) atas masalah kemudahan dan keamanan dari surat berharga sebagai janji untuk membayar dilakukan dengan mengadaptasi negotiable instrument lainya yaitu yang disebut draft, yang berfungsi sebagai dasar dari sistem cek.

Pada kenyataannya harus diakui bahwa sebenarnya pengertian mengenai surat berharga (commercial paper) belum memperoleh kesamaan pendapat diantara para ahli bahkan di seluruh dunia. Ada yang menganut pandangan luas dan mengartikan surat berharga mencakup instrumen-instrumen yang dengan mudah dapat dialihkan (negotiable instrument) dan instrumen-instrumen yang sukar untuk dialihkan (non-negotiable instruments). (Rijanto, “Perlu Waspadai Commercial Paper Yang Jatuh Tempo”, Media Indonesia 11 Maret 1996.)

Bahkan di Indonesia, ada yang menterjemahkan surat berharga (commercial paper) menjadi “surat perniagaan” yang kemudian membedakan surat perniagaan menjadi 2 (dua) jenis surat perniagaan, yaitu surat berharga dan surat yang berharga.

Agar bisa dengan mudah membandingkan perbedaan antara surat berharga dengan surat yang berharga, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian surat yang berharga (letter of value) yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum Indonesia :
  1. Abdulkadir Muhammad : 
Surat yang berharga (surat yang mempunyai nilai) adalah surat yang tujuan penerbitannya bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut didalamnya. (Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal 52.)
  1. Purwosutjipto : 
Surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.(Purwosutjipto, op.cit, hal 35.) Adanya 2 (dua) unsur yang terkandung dalam pengertian surat yang berharga, yaitu:
    • Unsur pertama: surat yang berharga sebagai bukti tuntutan utang. Persolan ini sama saja dengan unsur pertama pada surat berharga yakni surat yang membuktikan adanya hak menuntut utang kepada debitur (penandatangan akta). Tetapi hak menuntut utang kepada debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta hilang atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Adanya hak menuntut utang masih bisa dibuktikan dengan alat pembuktian lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain. Dengan demikian, unsur kedua pada surat berharga yang berbunyi “pembawa hak”, dalam surat yang berharga tidak ada. 
    • Unsur kedua: surat yang berharga sukar diperjualbelikan. Kalau surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena akta itu dibuat dengan bentuk “kepada pembawa atau kepada pengganti”, maka sebaliknya surat yang berharga mempunyai sifat sukar  diperjualbelikan karena sengaja dibuat dalam bentuk yang mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk ini adalah:
      • a. Atas nama (op naam) Dalam bentuk ini, nama pemilik akta (kreditur) ditulis dengan jelas  dalam akta, tanpa tambahan apa-apa. Akibat adanya bentuk ini adalah, bila akta ini dipindahtangankan kepada orang lain, maka harus mempergunakan sesi (cessie). Peralihan dengan sesi ini sukar, sebab harus dibuat akta khusus (tersendiri) dan harus ditandatangani oleh penyerah sesi (kreditur lama), penerima sesi (kreditur baru), dan  debitur  asli.  Jadi  ada  tiga tandatangan (pasal 613 ayat 1,2 KUHPerdata).(Lihat Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).)
      • b. Tidak kepada pengganti  
Apabila penerbit  dalam surat itu  menggunakan ungkapan “tidak kepada pengganti” atau ungkapan  lain  yang  sejenis, maka surat itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain melainkan dengan cara sesi biasa dengan segala akibatnya. Istilah “tidak kepada pengganti” (niet aan order) ini terdapat pada pasal 110 ayat 2 KUHD untuk wesel dan pasal 191 ayat 2 untuk cek.
      • c. Bentuk lainYang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk tidak dapat diperalihkan kepada orang lain, misalnya: surat titipan sepatu/sandal, karcis kereta api/bioskop, tanda retribusi parkir, dan lain-lain. Termasuk dalam bentuk lain ini adalah surat bukti diri seperti: KTP, Ijazah, SIM, sertifikat, dan lain-lain. Akta ini sekedar untuk memudahkan debitur mengenal krediturnya pada saat prestasi debitur dituntut oleh kreditur.

Zevenbergen memasukkan istilah surat  rekta dalam kelompok surat berharga, sehingga surat berharga menurutnya ada 3 (tiga) jenis, yakni : (Zevenbergen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing Company, 1993, hal 65.)
  • Surat rekta; 
  • Surat kepada-pengganti; 
  • Surat kepada-pembawa. 


Scheltema dan Wiarda membagi surat berharga menjadi 2 (dua) jenis, yakni :(Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional Publication, Inc, New York, 1992, hal 47.)
  • Surat kepada-pengganti; 
  • Surat kepada-pembawa. 

Sedangkan Volmer menyebutnya sebagai surat perniagaan, yang terdiri  dari surat berharga dan surat yang berharga, namun terbagi pula beberapa kelompok surat, yang  masing-masing kelompok mempunyai kekhususannya sendiri-sendiri, yakni :(Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul, Minn, 1975, hal 33.)

  1. Surat berharga dan surat yang berharga. 
Perbedaan antara dua kelompok surat-surat ini terletak pada kedudukan akta pada surat berharga, yang merupakan syarat adanya hak menuntut (bestaansvoorwaarde) dan merupakan pembawa hak (dragger van recht). Sedangkan akta pada surat yang berharga tidak merupakan syarat adanya hak menuntut dan tidak merupakan pembawa hak, sebab tanpa akta, hak menuntut tetap ada dan dapat dibuktikan dengan segala alat pembuktian menurut hukum, karena akta itu bukan pembawa hak; 
  1. Surat bukti diri. 
Surat bukti diri (legitimatiepapieren) pada umumnya sama dengan surat berharga. Surat bukti diri itu terutama dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik hak yang sah. 
  1. Surat kepada-pengganti dan kepada-pembawa (order-en toonder papier) Adalah surat yang membuktikan adanya perikatan dari penandatanganan, dengan keistimewaannya bahwa kedudukan krediturnya itu dapat dengan mudah diperalihkan kepada orang lain, sedangkan hal kedudukan kreditur yang mudah diperalihkan itu sesuai dengan maksud sipenandatangan. 
  2. Surat rekta (rektapapieren) 
Adalah surat yang menurut undang-undang dapat diterbitkan sebagai surat berharga, tetapi karena para pihak menghendaki agar kedudukan kreditur jangan diganti, maka surat itu diberi bentuk sedemikian rupa, sehingga peralihan kreditur itu sukar dilaksanakan. 
  1. Surat kebendaan (zakenrechtelijke papieren) 
Surat yang berisi perikatan untuk menyerahkan barang-barang, misalnya konosemen, ceel, delivery-order (DO) dan lain-lain. Surat itu dapat diterbitkan atas nama, kepada-pengganti atau kepada-pembawa. 
  1. Surat keanggotaan (lidmaatscapspapieren) 
Atau surat saham (aandeelbewijzen) pada perseroan terbatas, koperasi atau perkumpulan lainnya, dapat juga disebut surat keanggotaan. Surat saham pada perseroan terbatas dapat diterbitkan atas nama dan kepada-pembawa. Saham kepada-pengganti tidak dikenal, baik dalam undang-undang maupun dalam praktek. 


Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka jenis-jenis surat yang  berharga itu adalah surat rekta, surat bukti diri, surat pengakuan/perintah membayar utang atas nama.

Sedangkan, jenis-jenis surat berharga terdiri dari: Surat Wesel, Surat Sanggup, Surat Cek, Charter Party, Konosemen, Delivery Order, Ceel, Volgbriefje, Surat Saham, Surat Obligasi, Sertifikat.


pengertian, jenis-jenis dan fungsi surat berharga


 Pengertian Surat Berharga
Surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Dunil Z: 2004)
Surat Berharga /waarde papier / negotiable instrument adalah :Sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut , baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut dialihkan. Contoh : Cek, wesel , Saham , Obligasi , dll.
Fungsi Surat Berharga
Fungsi Surat Berharga secara yuridis adalah sebagai berikut: Sebagai alat pembayaran Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan). Sebagai Surat Legitimasi (Surat Bukti Hak Tagih)
Dilihat dari segi fungsinya , ada 3 macam surat berharga : Surat yang bersifat hukum kebendaaan (zakenrechtelijke papieren) Surat tanda keanggotaan dari persekutuan (lidmaatschaps papieren) Surat tagihan hutang (schuldvorderingspapieren)
Secara fisik Surat Berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi secara hukum dapat mengikat. Teori secara cauisa yuridis suatu surat berharga mempunyai kekuatan mengikat :
a)   Teori Kreasi (Creatie theorie ) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena tindakan penerbit menandatangani surat berharga. Karena penandatanganan tersebut, penerbit terikat meskipun pihak pemegang surat berharga sudah beralih kepada pihak lain dari pemegang semula.
b)   Teori Kepatutan (Redelijkheids theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat dan harus membayar surat berharga kepada siapapun pemegangnya secara patut.
c)   Teori Perjanjian (Overeenkomst theorie) Menurut teori ini penerbit surat berharga terikat karena penerbit telah membuat perjanjian dengan pihak pemegang surat berharga .
d)   Teori Penunjukan (Vertonings theorie) Menurut teori ini sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena pihak pemegang surat berharga tersebut menunjukkan surat berharga tersebut kepada penerbit untuk mendapatkan pembayaran.
·                     Jenis-Jenis Surat Berharga
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dalam Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur
jenis surat berharga seperti:
1.  Wessel
2. Surat sanggub
3. Cek
4. Kwitansi-kwitansi dan
5. promes atas tunjuk Dan lain-lain
Sedangkan di dalam perkembangannya sekarang muncul jenis surat berharga seperti:
Bilyet Giro, Travels Cheque, Credit Card, dsb.
Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/52/DIR dan No 49/52/UPG yang masing –masing tentang “Persyaratan perdagangan dan penerbitan surat berharga komersial” melalui bank umum di Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam.
ü  Berikut ini contoh jenis-jenis surat berharga yang diperjualbelikan di pasar uang
A. Treasury Bills (T-Bills)
·                     T-Bills merupakan instrument utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Sentral atas unjuk dengan jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegang pada tanggal yang telah ditetapkan.
·                     Instrumen ini berjangka waktu jatuh tempo satu tahun atau kurang.
·                     Instrumen yg sangat aman karena diterbitkan oleh pemerintah atau biasanya oleh Bank Sentral. Oleh karena itu instrumen ini sangat mudah diperjualbelikan dan disukai oleh perusahaan-perusahaan, terutama oleh lembaga-lembaga keuangan untuk dijadikan sebagai cadangan likuiditas sekuner yg memberikan hasil.
·                     T-Bills (istilah umum digunakan di dunia internasional) kalau di Indonesia adalah SBI (Sertifikat Bank Indonesia).
B. Commercial Paper
·                     Commercial Paper (CP) pada dasarnya merupakan promes yang tidak disertai dengan jaminan (unsequred promissory notes), diterbitkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana jangka pendek dan dijual kepada investor dalam pasar uang. Penerbit berjanji akan membayar sejumlah tertentu uang pada saat jatuh tempo. Penerbit CP adalah perusahaan yang mempunyai kredibilitas tinggi.
·                     Jangka waktu jatuh tempo CP ini berkisar mulai dari beberapa hari sampai 270 hari.
·                     Penjualan CP dilakukan umumnya dengan sistem diskonto, namun beberapa diantaranya menggunakan bunga sebagaimana halnya dengan kredit.
·                     Dalam pelaksanaannya seringkali CP diterbitkan dengan backup fasilitas credit line dari bank yang jumlahnya mendekati atau sama dengan nilai CP yang diterbitkan. Dalam perkembangannya di beberapa negara, CP diterbitkan dengan dukungan aset perusahaan lainnya, misalnya piutang, dsb. Bahkan perkembangan terakhir CP diterbitkan dengan bank garansi atau jaminan dari perusahaan induknya. Namun kasus ini terjadi bila investor tertentu meminta jaminan dari nilai CP yang dibeli dalam jumlah besar.
·                     Penerbitan CP dapat dilakukan secara langsung kepada investor maupun secara tidak langsung dengan menggunakan jasa perantara.
·                     Kelebihan CP bagi penerbit dan investor antara lain sbb:
o    Bagi Penerbit:
a)   Tingkat bunga CP lebih rendah daripada prime rate, yaitu tingkat bunga kredit yang dikenakan perbankan kepada nasabah utamanya, sehingga biaya dana akan menjadi lebih murah.
b)    Tidak perlu menyediakan jaminan.
c)   Penerbitannya relatif lebih mudah karena pada prinsipnya hanya melibatkan penerbit dan investor.
d)   Jangka waktu jatuh temponya lebih fleksibel, dapat diperpanjang atas persetujuan investor.
·                     Bagi Investor:
a)   CP menawarkan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan misalnya Sertifikat Deposito, Treasury Bills.
b)    Dapat dijual kembali (didiskontokan) tanpa perlu menunggu jatuh temponya.
c)   Tingkat keamanannya relatif tinggi karena penerbit CP umumnya perusahaan dengan rating yang tinggi.
·                     Kelemahan CP dilihat dari kepentingan investor dan penerbit antara lain:
o    Bagi investor, CP merupakan instrumen yang tidak disertai dengan jaminan. Kemungkinan penerbit melakukan rekayasa laporan keuangan untuk memperlihatkan keadaan likuiditas dan kemampuan perolehan labanya.
o    Bagi perusahaan penerbit, CP merupakan sumber dana jangka pendek sehingga perusahaan kurang leluasa untuk dijadikan sebagai modal investasi.
C. Sertifikat Deposito atau negotiable certificate of deposit (CD)
·                     Deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan. Jadi mempunyai ciri pokok dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan sebelum jangka waktu jatuh temponya.
·                     Di Indonesia, CD diterbitkan oleh bank-bank umum atas dasar diskonto. Perhitungan diskonto CD tersebut sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
D. Banker’s Acceptance (BA)
BA adalah time draft (wesel berjangka) yang ditarik oleh seorang eksportir atau importir atas suatu bank untuk membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing. Apabila bank menyetujui wesel tersebut, bank akan menstempel dengan kata ”accepted” di atas wesel tersebut dan memprosesnya. Dengan demikian bank yang menerima dan memproses tersebut memiliki suatu janji atau jaminan tak bersyarat untuk membayar sebesar nilai nominal aksep tersebut pada saat jatuh tempo. Hal tersebut berarti bank yang bersangkutan menjamin eksportir dan investor dalam pasar uang internasional dari kemungkinan adanya gagal bayar (default). Jangka waktu akseptasi biasanya berkisar 30 sampai 270 hari, namun umumnya 90 hari. Aksep ini merupakan instrumen pasar uang yang berkualitas tinggi. Akseptasi bank sangat aktif diperdagangkan antar lembaga-lembaga keuangan, perusahaan industri, dealer surat-surat berharga sebagai investasi yang berkualitas tinggi dan sangat mudah diuangkan. Aksep digunakan dalam perdagangan ekspor impor karena banyak eksportir yang tidak pasti dan tidak yakin betul terhadap credit standing importir yang dikirimi barang. Eksportir sangat tergantung paa pembiayaan akseptasi oleh bank domestik atau suatu bank asing. Dengan demikian, aksep adalah instrumen keuangan yang dirancang untuk mengalihkan resiko perdagangan internasional kepada pihak ketiga yang akan mengambil resiko tersebut karena ia memiliki keahlian dalam menilai resiko kredit dan menyebarkan resiko tersebut dalam berbagai pinjaman. Ketiga pihak dalam transaksi tersebut yaitu eksportir, importir dan bank penerbit, mendapatkan keuntungan dari metode pembiayaan perdagangan internasional ini sebagai berikut:
a)   Eksportir dapat menerima uangnya segera tanpa penundaan.
b)   Importir dapat menunda pembayarannya sesuai dengan jangka waktu credit line yang disepakati dengan bank.
c)   Bank penerbit yang memegang Banker’s Acceptance (didiskonto dari eksportir) merupakan instrumen keuangan yang sangat likuid yang dapat dijual sebelum jatuh tempo melalui dealer bila membutuhkan likuiditas.
E. Bill of Exchange
·                     Bill of Exchange atau wesel adalah suatu perintah tertulis tak bersyarat yang ditujukan oleh seseorang kepada pihak lainnya untuk membayar sejumlah uang pada saat diperlihatkan atau pada tanggal tertentu kepada penarik atau order atau pembawa.
·                     Karena sifatnya yang likuid, artinya penjual boleh melakukan pembayaran lebih awal sebelum wesel tersebut jatuh tempo dengan cara mendiskontokannya kepada bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya sebagai investasi jangka pendek, maka instrumen ini sangat umum digunakan dalam perdagangan.
·                     Penarikan wesel ini biasanya selalu didahului dengan adanya transaksi jual beli barang. Dimana penjual akan menjadi penarik wesel dan pembeli barang sebagai tertarik.
·                     Jangka waktu jatuh tempo wesel ini umumnya berkisar 6 hari sampai 180 hari.
·                     Pada prinsipnya Bill of exchange ini akan berubah menjadi Banker’s Acceptance apabila telah diaksep oleh bank. Oleh karena itu wesel ini dapat diperjualbelikan secara diskonto.
F. Repurchase Agreement (Repo)
·                     Repo adalah transaksi jual beli surat-surat berharga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat-surat berharga yang dijual; tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan lebih dahulu.
·                     Surat-surat berharga yang biasanya dijadikan sebagai instrumen dalam transaksi Repo adalah surat-surat berharga yang dapat diperjualbelikan secara diskonto, misalnya SBI, SBPU, CD, CP dan T-bills.
G. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
·                     SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
·                     Karakteristik SBI:
a)     Satuan unit sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
b)    Berjangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.
c)     Penerbitan dan perdagangan dilakukan dengan sistem diskonto.
d)     Diterbitkan tanpa warkat, artinya SBI diterbitkan tanpa adanya fisik SBI itu sendiri dan bukti kepemilikan bagi pemegang hanya berupa pencatatan elektronis.
e)     Dapat dipindahtangankan (negotiable). SBI sebagai instrumen kebijaksanaan operasi pasar terbuka, terutama untuk tujuan kontraksi moneter. SBI yang ditebitkan dan diperdagangkan dengan sistem lelang, pada dasarnya penggunaannya sama dengan penggunaan T-Bills di pasar uang Amerika Serikat. Melalui penggunaan SBI tersebut, BI dapat secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat bunga di pasar uang dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR).
·                     SOR adalah tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas penawaran tingkat bunga dari peserta lelang. Selanjutnya, SOR tersebut akan dapat dipakai sebagai indikator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya.
·                     SOR merupakan kebijakan Bank Indonesia dalam melakukan penjualan SBI secara lelang kepada Bank atau Lembaga Keuangan atau melalui Broker, dengan tujuan:
a)   Untuk mengendalikan baik volume uang beredar maupun tingkat bunga melalui target volume yang diinginkan dan tingkat bunga dalam suatu batas tertentu.
b)   Dengan menyerahkan tingkat bunga pada Prime Dealer untuk jumlah 60%, maka tingkat bunga menjadi wajar.
Pola pembelian SBI:
·                     Pembelian melalui Pasar Perdana (langsung ke BI)
·                     Pembelian melalui Pasar Sekunder
·                     Pembelian melalui Broker
Sebelum jatuh tempo SBI boleh diperjualbelikan, baik oleh Bank, LKBB, maupun masyarakat atau dunia usaha setiap saat melalui pasar sekunder. Untuk itu Security House (perantara) akan membeli atau menjual SBI setiap hari dengan tingkat diskonto yang berlaku di pasar. Untuk memperlancar perdagangan SBI ini Bank Sentral Indonesia menunjukkan beberapa market dan broker yang terdiri dari Bank-bank Umum sebagai lembaga penunjang dalam perdagangan SBI. Market maker disini bertindak sebagai penggerak pasar sekunder. Dalam hal ini market maker bertindak sebagai dealer yang berkewajiban sbb:
·                     Membuat dan mengumumkan quotation.
·                     Secara aktif mengajukan penawaran dan permintaan SBI di pasar sekunder.
·                     Membeli dan menjual SBI dari dan kepada pihak yang mencari dan menawarkan SBI di pasar sekunder. Pembelian dan penjualan SBI dapat dilakukan baik secara outright maupun repo. (Transaksi outright adalah transaksi jual beli SBI atas dasar sisa jangka waktu SBI yang bersangkutan, tidak ada kewajiban bagi penjual untuk membeli kembali sebelum jatuh tempo; sedangkan transaksi repo adalah transaksi dengan perjanjian bahwa penjual wajib membeli kembali SBI yang bersangkutan sesuai jangka waktu yang dijanjikan).
1.             H. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
SBPU adalah surat-surat berharga berjangka pendek yang dapat diperjualbelikan secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
SBPU sama halnya dengan SBI merupakan instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka ekspansi moneter oleh BI dengan menetapkan tingkat diskonto SBPU.
Ditinjau dari jenis transaksi dan warkatnya, SBPU dapat dibedakan sbb:
1.             Surat Sanggup (aksep/promes), dapat berupa:
·                     Surat sanggup yang diterbitkan oleh nasabah dalam rangka penerimaan kredit dari bank untuk membiayai kegiatan tertentu.
·                     Surat sanggup yang diterbitkan oleh bank dalam rangka pinjaman antar bank.
o    Surat wesel yang ditarik oleh suatu pihak dan diaksep oleh pihak lain dalam rangka transaksi tertentu. Penarik dan atau tertarik adalah nasabah bank.
o    Surat wesel yang ditarik oleh nasabah bank dan diaksep oleh bank dalam rangka pemberian kredit untuk membiayai kegiatan tertentu.
1.             Surat wesel, dapat berupa:
Mekanisme perdagangan SBPU adalah dunia usaha atau masyarakat yang merupakan nasabah berbentuk badan usaha maupun perorangan meneluarkan surat aksep atau wesel (sebagai surat utang) untuk mendapatkan dana dari Bank atau LKBB (Lembaga Keuangan bukan Bank). Kemudian SBPU dijualbelikan oleh Bank dan LKBB melalui security house (perantara) maupun melalui pasar sekunder, yaitu diperjualbelikan antara lembaga-lembaga keuangan itu sendiri serta dunia usaha atau masyarakat. SBPU ini melalui security house juga bisa dijualbelikan ke Bank Sentral Indonesia.
1.             I. Call Money (Interbank Call Money Market)
·                     Call Money adalah penempatan atau peminjaman dana jangka pendek (dalam hitungan hari) antar bank.
·                     Call Money merupakan instrument bank dalam mengatasi kekurangan atau kelebihan dana jangka pendek yang bersifat sementara***









SURAT BERHARGA DI PASAR MODAL




2.1. Pengertian Surat Berharga
Surat Berharga adalah istilah umum di dalam dunia keuangan yang menunjukkan bukti (dapat berupa selembar kertas) hak investor (yaitu pihak yang memiliki surat berharga tersebut) untuk mendapatkan hak tertentu atas kepemilikan  surat berharga. Hak atas kepemilikan tersebut dapat berbentuk macam-macam, misalnya hak untuk mendapatkan bagian tertentu atas kekayaan pihak yang menerbitkan surat berharga tersebut (umumnya surat berharga diterbitkan oleh perusahaan).
Dikatakan berharga, karena surat tersebut memiliki nilai ekonomis dan dapat diperjualbelikan pada tingkat harga tertentu sehingga seorang pemegang surat berharga dapat memperoleh keuntungan atas jual beli surat berharga tersebut.

Di pasar modal, istilah khusus untuk menyebut surat berharga adalah Efek. Jadi, untuk menyatakan surat berharga di pasar modal seperti saham atau obligasi, kita dapat menyebut Efek. Oleh sebab itu, kata Efek banyak kita temukan di pasar modal, seperti Bursa Efek, Perusahaan Efek, dan lain-lain. Dalam buku ini, penulis selain menggunakan istilah Efek, juga menggunakan istilah surat berharga secara bergantian.

Ada banyak jenis Efek di pasar modal. Namun, terdapat 3 jenis Efek yang paling populer yaitu saham, obligasi, dan Reksa Dana.


2.2. Mengenal Saham
Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan kepemilikan atau penyertaan modal investor di dalam suatu perusahaan. Artinya, jika seseorang membeli saham suatu perusahaan, itu berarti dia telah menyertakan modal ke dalam perusahaan tersebut sebanyak jumlah saham yang dibeli.
Saham merupakan surat berharga yang dikeluarkan sebuah perusahaan dalam rangka menambah modal perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat luas atau kepada publik maka perusahaan tersebut dikatakan go public (baca: go pablik) atau telah menjadi perusahaan publik, dalam arti kepemilikan atas perusahaan tersebut tidak hanya dimiliki sekelompok orang (atau orang-orang yang mendirikan perusahaan tersebut), namun kepemilikannya telah menyebar ke banyak pihak.

Saham merupakan bentuk penyetoran modal kedalam suatu perusahaan. Artinya jika 5 orang sepakat untuk mendirikan sebuah perusahaan, maka bentuk setoran modal yang disetorkan masing-masing pihak adalah berupa sejumlah saham yang disetorkan ke perusahaan baru tersebut. Misalnya, perusahaan tersebut disepakati untuk didirikan dengan modal sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dimana nilai nominal setiap saham sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah). Apa artinya? Artinya perusahaan terdiri atas modal saham sebanyak 200.000 lembar saham. (100.000.000 dibagi 500 = 200.000).

Dengan perbedaan jumlah dana yang dimiliki masing-masing pihak, misalnya masing-masing pihak menyetor modal sebagai berikut:

Pemegang Saham
Jumlah saham disetor (lembar saham)
Nilai Nominal Saham (Rp)
Nilai Penyertaan (Rp)
Prosentase Kepemilikan Saham
Johan
80.000
500
40.000.000
40%
Joko
60.000
500
30.000.000
30%
Jono
40.000
500
20.000.000
20%
Jenny
10.000
500
5.000.000
5%
Jarot
10.000
500
5.000.000
5%
Total
200.000
100.000.000
100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa Johan merupakan penyetor modal terbesar dimana ia menyetor sebanyak 80.000 lembar saham (nominal Rp 500) senilai Rp 40 juta. Joko menyetor uang sebesar 30 juta atau setara dengan kepemilikan saham sebanyak 60 ribu lembar saham. Jenny dan Jarot menyetor modal dengan jumlah yang sama yaitu sebanyak 10 ribu lembar saham atau setara dengan 5% kepemilikan saham di perusahaan tersebut.
Komposisi yang menggambarkan porsi kepemilikan saham dalam suatu perusahaan dikenal dengan istilah struktur permodalan perusahaan.
Dari contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai nominal saham merupakan batas minimal penyetoran modal ke dalam sebuah perusahan. Dari contoh diatas, kita melihat bahwa batas minimal penyetoran ke perusahaan tersebut adalah sebesar Rp 500 atau setara dengan satu lembar saham.

Dalam perjalanan selanjutnya atau misalnya beberapa tahun kemudian perusahaan tersebut tumbuh menjadi besar, sehingga membutuhkan tambahan modal baru. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan tersebut adalah dengan melakukan penawaran umum yaitu dengan cara menjual saham baru kepada masyarakat. Kegiatan tersebut umumnya dikenal dengan sebutan go public. Misalnya perusahaan tersebut mengeluarkan saham baru sebanyak 50 juta lembar saham. Saham baru tersebut dijual dengan harga Rp 800,- per lembar saham. Penjualan saham pertama kali kepada publik disebut dengan istilah Pasar Perdana. Dengan go public tersebut maka yang semula pemegang saham PT Maju Terus hanya 5 pemegang saham, maka pemegang saham PT Maju Terus setelah go publicbertambah. Tambahan pemodal baru tersebut dapat berjumlah ribuan orang, dimana porsi pembelian masing-masing pihak tergantung berapa banyak saham yang dibelinya di Pasar Perdana.

2.2.1. Karakteristik Saham
Seperti diuraikan di atas, bahwa saham merupakan wujud penyertaan modal ke dalam sebuah perusahaan. Adapun karakteristik saham sebagai bentuk penyertaan modal ke dalam perusahaan adalah antara lain:
1.             Hak atas keuntungan perusahaan
Pemegang saham memiliki hak atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan tersebut. Pembagian keuntungan tersebut dikenal dengan istilah dividen atau pembagian dividen. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. Dengan demikian, jika perusahaan mengalami kerugian maka dividen tidak akan dibagikan kepada para pemegang saham. Pembagian dividen harus mendapat persetujuan para pemegang saham dalam acara Rapat Umum Pemegang Saham atau biasa disingkat RUPS. Sebagai contoh PT ABC memutuskan untuk membagi dividen sebesar Rp 200 untuk pemegang saham. Joni memiliki 10.000 lembar saham, sehingga Joni mendapat dividen sebesar Rp 2 juta. Umumnya, semakin besar keuntungan perusahaan, maka semakin besar pula dividen yang akan diterima pemegang saham.
2.             Hak atas Harta Perusahaan
Pemegang saham pada dasarnya adalah pemilik perusahaan, dengan demikian maka pemegang saham memiliki hak atas harta yang dimiliki perusahaan. Jika suatu ketika perusahaan tersebut bubar atau dilikuidasi, maka pemegang saham berhak atas sisa kekayaan perusahaan tersebut.
3.             Hak Suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
Setiap pemegang saham mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Setiap lembar saham memiliki satu hak suara (one share one vote) dalam sebuah voting di dalam RUPS. Dengan demikian, setiap pemegang saham dapat menyatakan suaranya (setuju atau tidak) atas sebuah agenda dalam rapat pemegang saham. Tentu saja semakin banyak porsi saham yang dimiliki maka semakin besar peluang pemegang saham dalam sebuah voting untuk suatu agenda rapat, misalnya agenda untuk menyetujui pembagian keuntungan perusahaan, penunjukan direktur baru, dan berbagai keputusan perusahaan lainnya.

2.2.2. Keuntungan dan Kerugian Saham
Pemegang saham memiliki beberapa keuntungan dengan memiliki atau membeli saham, yaitu:
1.      Dividen. Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang investor ingin mendapatkan dividen, maka investor tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama, yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Misalnya, dividen akan dibagikan 3 bulan lagi, maka jika pemegang saham tersebut ingin mendapatkan pembagian dividen tersebut, maka ia mesti memegang saham tersebut hingga tiga bulan mendatang. Dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang, seperti misalnya investor institusi, dana pensiun dan lain-lain.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai yang berarti setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu, misalnya Rp 300 per lembar saham. Namun demikian dividen dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham, misalnya setiap pemegang 1 lembar akan diberi dividen sebanyak 2 lembar saham. Johan memiliki sebanyak 1.000 lembar saham sehingga dengan pembagian dividen saham tersebut jumlah saham yang dimiliki Joni bertambah menjadi 3.000 lembar saham.
2.      Capital Gain. Keuntungan lain yang akan didapatkan pemegang saham adalah Capital Gain yaitu merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya seorang investor membeli saham Bank BRI dengan harga per saham Rp 900, kemudian beberapa waktu kemudian investor tersebut menjual sahamnya dengan harga Rp 1.200 yang berarti investor tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 300 untuk setiap saham yang dijualnya.

Di satu sisi, saham dapat memberikan keuntungan kepada para pemegangnya, namun saham juga mengandung beberapa risiko, antara lain:
1.      Tidak Mendapat DividenPerusahaan akan membagikan dividen jika perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian peluang keuntungan investor untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja atau prestasi perusahaan tersebut.
2.      Capital LossDalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu investor mendapatkan capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya investor harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian, seorang investor mengalami capital loss. Misalnya seorang investor memiliki Bank ABC dengan harga beli Rp 3.000 namun beberapa waktu kemudian dijual dengan harga per saham Rp 2.400,- yang berarti investor tersebut mengalami capital loss Rp 1.000 untuk setiap saham yang dijual.

Disamping 2 risiko utama diatas, pemegang saham juga masih dihadapkan dengan kemungkinan risiko lainnya yaitu:
3.      Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi. Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan tersebut. Perusahaan yang bangkrut atau dibubarkan akan dikeluarkan dari Bursa Efek. Artinya saham perusahaan tersebut tidak lagi tercatat di Bursa tersebut sehingga akan menyulitkan investor untuk menjual saham tersebut. Kalaupun ada pihak yang bersedia membeli saham tersebut, namun tentu saja dengan harga yang relatif rendah.
Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi atau perusahaan dibubarkan, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditur seperti bank serta pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada para pemegang saham. Risiko yang satu ini relatif jarang terjadi, namun demikian pemegang saham tetap perlu waspada dengan jalan mengawasi perkembangan perusahaan sehingga investor dapat menjual sahamnya terlebih dahulu ketika mengetahui perkembangan perusahaan yang semakin kurang berprestasi.

2.2.3. Jenis-jenis Saham
Saham dapat diklasifikasikan menjadi:
1.             Saham Biasa
2.             Saham Preferen

Antara saham biasa dan saham preferen terdapat beberapa perbedaan, antara lain:

1.             Saham preferen memberikan pembayaran yang tetap kepada investor, sementara dividen yang didapat pemegang saham biasa tergantung kinerja perusahaan sehingga pemegang saham biasa dapat menerima dividen dan dapat pula tidak menerima dividen.
2.             Dalam hal perusahaan di likuidasi atau dibubarkan, pemegang saham preferen memiliki tingkat klaim yang lebih tinggi atas aset perusahaan dibanding saham biasa.

Yang perlu diingat adalah bahwa jika pelaku dipasar modal berbincang-bincang tentang saham, tentu yang dimaksud adalah saham biasa. Dengan demikian, pembahasan dalam buku ini mengacu kepada saham biasa yang selanjutnya akan disebut saham.

2.3. Mengenal Obligasi
Obligasi adalah surat berharga yang menunjukkan bahwa penerbit obligasi meminjam sejumlah dana kepada masyarakat dan memiliki kewajiban untuk membayar bunga secara berkala, dan kewajiban melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

2.3.1. Karakteristik Obligasi
Obligasi sering pula disebut sebagai surat utang yang berarti perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut berutang kepada masyarakat untuk tujuan tertentu misalnya menambah modal perusahaan, membangun pabrik baru dan sebagainya.

Sebagai surat utang, obligasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1.      Memiliki Masa Jatuh Tempo. Masa berlaku suatu obligasi sudah ditentukan secara pasti pada saat obligasi tersebut diterbitkan, misalnya 5 tahun, 7 tahun dan seterusnya. Artinya, jika telah melampaui masa jatuh tempo, maka obligasi tersebut otomatis tidak berlaku lagi.
2.      Nilai Pokok Utang. Besarnya nilai obligasi yang dikeluarkan sebuah perusahaan telah ditetapkan sejak awal obligasi tersebut diterbitkan, misalnya PT ABC menerbitkan obligasi sebesar Rp 100 Milyar. Umumnya, obligasi memiliki pecahan sebear Rp 50 juta. Berarti jika jumlah obligasi yang diterbtikan adalah sebanyak 2.000 obligasi. Pecahan obligasi disekenal dengan istilah denominasi. Jika seseorang membeli sebanyak 2 obligasi, maka uang yang dia keluarkan adalah sebesar 2 obligasi x 50 juta atau setara dengan Rp 100 juta. Nilai pokok utang yang sebesar Rp 100 Milyar tersebut wajib dikembalikan perusahaan ketika obligasi tersebut jatuh tempo, misalnya 5 tahun.
3.      Kupon Obligasi. Pendapatan utama pemegang obligasi adalah berupa bunga yang dibayar perusahaan kepada pemegang obligasi pada waktu-waktu yang telah ditentukan misalnya dibayar setiap 3 bulan, atau setiap 6 bulan sekali. Di obligasi, istilah bunga umumnya disebut kupon. Kupon merupakan daya tarik utama bagi para investor untuk membeli obligasi karena kupon tersebut merupakan pendapatan pasti yang diterima pemegang obligasi selama masa belakunya obligasi tersebut. Di Indonesia, umumnya kupon obligasi dibagikan setiap 3 bulan atau secara kuartalan. Besarnya kupon yang dibayar perusahaan penerbit obligasi, dapat berupa:
(1)   kupon dengan tingkat bunga tetap, misalnya sebesar 17% setiap tahun.
(2)   kupon dengan tingkat bunga mengambang. Artinya tingkat bunga yang diberikan tidak tetap atau tergantung tingkat suku bunga yang sedang berlaku. Biasanya yang dijadikan patokan adalah tingkat bunga SBI (sertifikat Bank Indonesia). PT X menerbitkan obligasi dengan tingkat bunga mengambang sebesar 3 persen diatas SBI. Jika misalnya sekarang tingkat SBI sebesar 10% maka tingkat bunga atas kupon adalah menjadi sebesar 13%. Jadi, besarnya kupon yang diterima pemegang obligasi tergantung kepada tingkat bunga SBI yang berlaku saat itu.
(3)   Kupon dengan tingkat bunga kombinasi atau gabungan antara tetap dan mengambang. Misalnya PT ABC menerbitkan obligasi dengan masa 5 tahun dengan ketentuan kupon 2 tahun diawal dengan tingkat bunga tetap, dan 3 tahun selanjutnya dengan tingkat bunga mengambang. Dengan demikian, pada 2 tahun pertama investor akan menerima penghasilan secara tetap, sementara 3 tahun terakhir pendapatan bunga ditentukan besarnya tingkat suku bunga SBI.
4.      Peringkat Obligasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam dunia investasi selalu terdapat kemungkinan harapan investor tidak sesuai dengan kenyataan atau selalu terdapat risiko. Risiko dalam berinvestasi di obligasi adalah risiko perusahaan penerbit obligasi tidak mampu memenuhi janji yang telah ditentukan, yaitu risiko perusahaan tidak mampu membayar kupon maupun tidak mampu mengembalikan pokok obligasi. Agar investor memiliki gambaran tingkat risiko ketidakmampuan perusahaan dalam membayar, maka didalam dunia surat utang atau obligasi dikenal suatu tingkat yang menggambarkan kemampuan bayar perusahaan penerbit obligasi. Tingkat kemampuan membayar kewajiban tersebut dikenal dengan istilah Peringkat Obligasi. Peringkat obligasi dikeluarkan oleh lembaga yang secara khusus bertugas memberikan peringkat atas semua obligasi yang diterbitkan perusahaan. Semua obligasi yang diterbitkan wajib diberi peringkat sedemikian agar dengan adanya peringkat tersebut maka investor dapat mengukur atau memperkirakan seberapa besar risiko yang akan dihadapi dengan membeli obligasi tertentu.
5.      Dapat diperjualbelikan. Sebagai surat berharga, obligasi dapat diperjualbelikan seperti halnya saham. Jika suatu saat nilai obligasi meningkat, maka pemegang obligasi dapat menjual obligasi tersebut melalui dealer atau pialang obligasi. Pialang obligasi akan menerima fee atas transaksi obligasi tersebut.

2.3.2. Keuntungan dan Kerugian Obligasi
Sebagai sebuah instrumen investasi, obligasi menawarkan beberapa keuntungan menarik  antara lain:
1.      Memberikan Pendapatan tetap (fixed income) berupa kupon. Hal ini merupakan ciri utama obligasi, dimana pemegang obligasi akan mendapatkan pendapatan berupa bunga secara rutin selama waktu berlakunya obligasi. Bunga yang ditawarkan obligasi, umumnya lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito. Misalnya deposito memberikan bunga tahunan sebesar 12%, maka bunga yang diberikan obligasi misalnya 17,5% atau 20%. Sebagai tambahan, pembayaran bunga obligasi harus didahulukan sebelum perusahaan membayar dividen kepada pemegang saham. Disamping itu, dalam posisi perusahaan penerbit mengalami likuidasi atau bubar, maka pemegang obligasi memiliki hak yang lebih tinggi atas kekayaan perusahaan dibanding dengan pemegang saham.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya kupon yang diterima investor dapat berupa: (1) kupon dengan tingkat bunga tetap, (2) kupon dengan tingkat bunga mengambang, dan (3) kupon dengan tingkat bunga kombinasi.
PT ABC menerbitkan obligasi dengan tingkat bunga tetap sebesar 20% selama 5 tahun. Investor A membeli sebanyak 3 obligasi. Dengan kondisi tersebut, maka Investor A tersebut akan memperoleh penghasilan sebesar 3 x (20% x 50 juta) yaitu Rp 30 juta setiap tahun atau penghasilan sebesar Rp 7,5 juta setiap tiga bulan (ingat...di Indonesia umumnya perusahaan membagikan kupon setiap 3 bulanan).
2.      Keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain). Disamping penghasilan kupon, pemegang obligasi dapat memperjualbelikan obligasi yang dimilikinya. Jika ia menjual lebih tinggi dibanding dengan harga belinya maka tentu saja pemegang obligasi tersebut mendapatkan selisih yang disebut dengan capital gain. Jual beli obligasi dapat dilakukan di pasar sekunder melalui para dealer atau pialang obligasi. Jual beli obligasi berbeda dengan jual beli saham. Jika jual beli saham dinyatakan dengan nilai rupiah misalnya saham A dijual seharga Rp 3.000 per saham, maka jual beli obligasi dinyatakan dalam bentuk prosentase atas harga pokok obligasi. Dengan demikian dikenal 3 jenis tingkat penjualan obligasi yaitu (1) obligasi dijual lebih tinggi dari nilai pokok obligasi (dijual dengan premium), (2) obligasi dijual sama dengan harga pokok obligasi (dijual at par), (3) obligasi dijual lebih rendah dari nilai pokok obligasi (dijual dengan discount).  Sebagai contoh PT ABC menawarkan obligasi yang dijual dengan diskon 2,5% yang berarti obligasi tersebut dijual sebesar 97,5% dari nilai pokok obligasi. Dari sisi perusahaan, perusahaan tersebut hanya memperoleh 97,5% dari pokok obligasi yang diterbitkan, misalnya jika perusahaan tersebut menerbitkan obligasi sebesar Rp 100 milyar maka jumlah uang yang diperleh perusahaan hanya sebesar Rp 97,5 milyar. Dari sisi investor, karena obligasi tersebut dijual dengan diskon maka investor membayar lebih murah. Misalnya investor A membeli sebanyak 4 obligasi, maka dia cukup membayar ( 4 x 50 juta x 97,5%) yaitu sebesar Rp 195 juta. 1 bulan kemudian nilai pasar obligasi tersebut meningkat, dan investor tersebut menjual obligasi tersebut dengan harga premium yaitu 12% diatas nilai pokok obligasi. Jadi obligasi tersebut dijual menjadi ( 4 x 50 juta x 112%) Rp 224 juta. Dengan demikian dalam waktu satu bulan investor obligasi tersebut mendapat keuntungan sebesar Rp 29 juta (224 juta – 195 juta). Tentu saja karena obligasi tersebut sudah berpindah tangan, maka hak atas kupon obligasi tersebut telah beralih kepada pemegang obligasi yang baru. 

Meskipun termasuk surat berharga dengan tingkat risiko yang relatif rendah, namun obligasi tetap mengandung beberapa risiko, antara lain:
1.      Risiko perusahaan tidak mampu membayar kupon obligasi maupun risiko perusahaan tidak mampu mengembalikan pokok obligasi. Ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban dikenal dengan istilah default. Walaupun jarang terjadi, namun dapat saja suatu ketika penerbit obligasi tidak mampu membayar baik bunga maupun pokok obligasi. Jika penerbit obligasi tidak mampu membayar bunga, maka biasanya pembayaran bunga ditangguhkan atau diundur sesuai kesepakatan dengan para pemegang obligasi.
2.      Risiko Tingkat Suku Bunga (interest rate risk). Pergerakan harga obligasi sangat ditentukan pergerakan tingkat suku bunga. Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga; artinya jika suku bunga naik maka harga obligasi akan turun, sebaliknya jika suku bunga turun maka harga obligasi akan naik. Investor obligasi harus jeli memperkirakan tingkat suku bunga sedemikian sehingga ia dapat memperkirakan apakah terus memegang suatu obligasi, membeli obligasi baru atau menjual obligasi yang dipegang saat ini. Perdagangan obligasi sangat dipengaruhi tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga mengalami kenaikan, maka nilai obligasi menjadi turun, yang berarti obligasi akan dijual dengan diskon atau dijual lebih murah.

2.3.3. Jenis-jenis Obligasi
Obligasi dapat dikategorikan menjadi:
1.      Obligasi Perusahaan
2.      Obligasi Pemerintah

Sebagai catatan, umumnya obligasi yang dibicarakan dan diperdagangakan adalah obligasi yang diterbitkan perusahaan. Oleh sebab itu, pembahasan dalam buku ini mengacu kepada obligasi perusahaan yang selanjutnya akan disebut obligasi.


2.4. Mengenal Reksa Dana
Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat investor, khususnya investor kecil dan investor yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.

Dilihat dari asal kata-nya, Reksa Dana berasal dari kosa kata ‘reksa’ yang berarti ‘jaga’ atau ‘pelihara’ dan kata ‘dana’ yang berarti (kumpulan) uang, sehingga reksa dana dapat diartikan sebagai ‘kumpulan uang yang dipelihara (bersama untuk suatu kepentingan)’.

Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27)  didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat investor. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.

Dengan demikian, dana yang ada dalam Reksa Dana merupakan dana bersama para investor, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut.

Jika seseorang melakukan pembelian saham, maka ia dapat menentukan pilihan atas saham mana saja yang akan dibeli, demikian pula ketika akan menjual ia dapat menentukan menjual yang mana saja sepanjang ia mau. Investasi seperti demikian dapat dikategorikan sebagai bentuk investasi langsung.

Reksa Dana dikatakan sebagai bentuk investasi tidak langsung, karena investor tidak dapat menentukan saham mana saja yang dipilih untuk dibeli atau sebaliknya untuk dijual. Dalam Reksa Dana, para investor menyerahkan hak tersebut kepada Manajer Investasi sebagai pihak yang mengelola Reksa Dana tersebut.

2.4.1. Manfaat Reksa Dana
Manfaat yang diperoleh investor jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:
Pertama, investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh, seorang investor dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, obligasi.
Kedua, Reksa Dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua investor memiliki pengetahuan tersebut.
Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka investor tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.

2.4.2. Risiko Reksa Dana
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
§  Risko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.
§  Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atasredemption tersebut.
§  Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.


2.4.3. Pengertian Portofolio
Dalam dunia investasi khususnya di pasar modal, istilah portfolio sering disebut para pelaku pasar. Portfolio dapat diartikan sebagai sekumpulan surat berharga yang dimiliki atau dibeli investor baik perorangan atau institusi. Jika seseorang memiliki beberapa saham dari industri yang berbeda, maka investor tersebut dikatakan memiliki portfolio investasi karena saham yang dibelinya tidak berasal dari industri yang sama. Seseorang juga dapat dikatakan memeliki portfolio investasi jika surat berharga yang dimilikinya tidak hanya saham, namun juga berupa obligasi dan surat berharga lainnya.

Umumnya tujuan adanya portfolio atau penyebaran investasi ke dalam beberapa obyek investasi bertujuan untuk mengurangi risiko. Misalnya, jika investasi disebar ke beberapa obyek investasi, maka ketika salah satu dari obyek investasi tersebut mengalami penurunan, maka risiko atau kerugian tersebut dapat ditutup oleh kenaikan harga surat berharga yang lain.

Dilihat dari portfolio investasinya atau kemana kumpulan dana diinvestasikan, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:
1.      Reksa Dana Pasar Uang (Moner Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan investasi pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
2.      Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang. Reksa Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3.      Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
4.      Reksa Dana Campuran (Discretionary Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.

2.4.4. Pengelola Reksa Dana
Pengelolaan Reksa Dana dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan izin dari Bapepam sebagai Manajer Investasi. Perusahaan pengelola Reksa Dana dapat berupa (1) Perusahaan Efek, dimana umumnya membentuk divisi atau PT tersendiri yang khusus menangani Reksa Dana, misalnya Danareksa Investment Management atau Trimegah Investment Management (2) Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan investasi atauinvestment management company.

Selain perusahaan investment management yang bergerak sebagai pengelola dana, maka pihak lain yang terlibat dalam pengelolaan suatu Reksa Dana adalah Bank Kustodian. Bank Kustodian mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal menyimpan, menjaga, dan mengadministrasikan kekayaan, baik dalam pencatatan serta pembayaran/penjualan kembali suatu Reksa Dana berdasarkan kontrak yang dibuat dengan Manajer Investasi.
Dalam UU PM disebutkan bahwa kekayaan Reksa Dana wajib disimpan pada Bank Kustodian sehingga pihak Manajer Investasi tidak memegang langsung kekayaan tersebut. Hal lain yang juga penting diketahui, bahwa Bank Kustodian dilarang terafiliasi dengan Manajer Investasi dengan tujuan untuk menghindari adanya benturan kepentingan dalam pengelolaan kekayaan Reksa Dana.

2.4.5. Pengertian NAB dan Cara Perhitungan
Nilai aktiva bersih (NAB) atau net asset value (NAV) merupakan alat ukur kinerja Reksa Dana. Nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio reksadana yang bersangkutan. Seperti kita ketahui bahwa aktiva atau kekayaan Reksa Dana dapat berupa kas, deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial, saham, obligasi, right dan Efek lainnya. Sementara pada kewajiban Reksa Dana dapat berupa fee manajer investasi yang belum dibayar, fee bank kustodian yang belum dibayar, pajak-pajak yang belum dibayar, fee broker yang belum dibayar  serta pembelian Efek yang belum dilunasi.
Nilai aktiva bersih (NAB) merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada. Sedangkan NAB per Unit Penyertaan merupakan jumlah NAB dibagi dengan jumlah nilai Unit Penyertaan yang beredar (outstanding).

Dari penjelasan diatas, dapat dimengerti jika nilai NAB akan mengalami kenaikan atau penurunan, karena nilai NAB tersebut sangat tergantung akan kinerja aset yang merupakan portfolio Reksa Dana tersebut. Kalau harga pasar aset-aset suatu Reksa Dana mengalami kenaikan maka NAB-nya tentu akan mengalami kenaikan, demikian juga sebaliknya.

Setiap sore, manajer investasi akan menilai harga pasar wajar seluruh aset reksadana. Dalam nilai pasar wajar tersebut termasuk semua keuntungan atau kerugian, baik yang telah direalisasikan maupun yang belum. (Kalau harga saham dalam portofolio naik, nilai portofolio akan naik pula, walaupun sahamnya sendiri tidak dijual).

NAB per saham/unit dihitung setiap hari oleh Bank Kustodian setelah mendapat data dari Manajer Investasi dan nilai tersebutlah yang kemudian setiap hari dapat dilihat keesokan harianya di media massa.


2.5. Perbandingan Saham, Obligasi, dan Reksa Dana
Dari berbagai penjelasan dan paparan seputar 3 jenis surat berharga diatas, maka dapat disimpulkan melalui tabel berikut:

Karakteristik/Instrumen
Saham
Obligasi
Reksa Dana
Sifat
Penyertaan Modal
Utang
Pengelolaan Modal Bersama
Penerbit
Perusahaan
Perusahaan, Pemerintah
Perusahaan Efek
Keuntungan
Dividen, Capital Gain
Kupon, Capital Gain
Modal kecil, dikelola manajer investasi
Risiko
Tidak Mendapat Dividen, Capital Loss, Likuidasi
Gagal bayar atas kupon atau pokok, capital loss
Penurunan NAB, risiko likuiditas
Jenis
Saham Biasa, Saham Preferen
Obligasi Korporasi, Obligasi Pemerintah
Reksa Dana Pendapatan Tetap, Reksa Dana Saham, Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Campuran
Mekanisme Perdagangan di Pasar Sekunder
Diperdagangkan di Bursa Efek
Diperdagangkan di Luar Bursa (over the counter)
Pemegang Reksa dana menjual kembali ke Penerbit Reksa Dana (redemption)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar